Itu adalah karya rupa 3 dimensi dari Wilman Syahnur, berjudul 'In Memoriam A.K'. Lalu, sendal dan sepatu yang berserakan itu?
"Oh, itu untuk menandai batas suci seperti yang di masjid-masjid itu, tapi bukan berarti para pengunjung nanti harus melepas sepatu," terang Rizki A Zaelani. Bersama A Rikrik Kurmana, Rizki mengkuratori pameran bertajuk 'Bayang', yang dilabeli sebagai "pameran seni rupa kotemporer islami'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pameran tersebut digelar oleh Ikatan Alumni ITB bekerja sama dengan Yayasan Insaf. Dibuka Rabu (27/7/2011) malam oleh Ketua Ikatan Alumni ITB Hatta Radjasa yang juga Menko Perekonomian, pameran akan digelar hingga 27 Agustus 2011.
Mengingat sebentar lagi Bulan Ramadan tiba, maka bukan kebetulan jika pameran dengan skala yang terbilang besar itu digelar sekarang. Tentu, memang sengaja dimaksudkan untuk menjadi bagian dari aktivitas spiritual umat muslim di bulan suci nanti. Sambil menunggu buka puasa, atau usai salat taraweh, kaum muslimin bisa menyaksikan karya-karya yang dipamerkan di gedung utama, halaman samping dan belajang hingga ruang-ruang di sebelah.
Tidak hanya lukisan, patung dan karya-karya tiga dimensi lainnya, instalasi raksasa pun menghiasi pameran ini. Lihat saja misalnya Tisna Sanjaya yang menyajikan karya berjudul 'System Religi Kapital', berupa rumah dengan ukuran sebenarnya, berdinding seng karatan, dengan kubah masjid di atasnya dan tiang-tiang bambu mencuat ke langit, dengan baju-baju jemuran berkibar di ujung-ujungnya. Tumpukan sampah plastik "menghiasi" sekeliling rumah itu.
Sebuah kritik terhadap Islam itu sendiri? Pengunjung bisa menafsirkannya sesuai referensi dan pengalaman masing-masing. Yang jelas, menarik menyaksikan bagaimana para seniman, yang semuanya (beragama) Islam, menuangkan ekspresi estetiknya dalam berbagai bentuk karya rupa, dari yang secara langsung menggunakan simbol-simbol keislaman, hingga yang lebih "universal" sehingga perlu pembacaan yang lebih dalam.
(mmu/mmu)