Tak Mau Merusak Alam, Sampah Pasca Dekorasi Juga Diperhatikan

Melirik Geliat Seni Merangkai Bunga (8)

Tak Mau Merusak Alam, Sampah Pasca Dekorasi Juga Diperhatikan

- detikHot
Rabu, 12 Mar 2014 16:01 WIB
Jakarta - Peluang bisnis di lini merangkai bunga bisa dibilang sangat maju. Menurut Lusi Ismail, pemilik perusahan dekorasi PT. Edelweiss Cantiqa Lestari, Lusi Ismail, pasar bunga Rawa Belong itu omzet per harinya bisa mencapai milyaran rupiah.

Padahal bunga bukan kebutuhan pokok manusia seperti makanan. "Jadi kalau dibilang peluang, ini masih terbuka lebar dan belum jenuh," ujarnya kepada detikHOT (07/3/2014).

Faktor larisnya bunga sudah jelas, setiap hari ada orang menjalankan ritual dengan bunga, ada orang menikah, ada orang meninggal dan melakukan berbagai hajatan lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tentu jual beli bunga ikut jadi bisnis yang harum semerbak bagi para pelakunya. Tapi bukankan rangkaian bunga, apalagi yang besar-besar itu ikut menyumbang sampah?

Meski profesi ini mencintai alam dan dekat dengan alam, menurut Lusi Ismail, dalam tataran global perangkai bunga dipertimbangkan sebagai salah satu kontributor sampah terbesar di dunia. Kontradiktif sekaligus miris.

"Karena habis dekor sampahnya kan dibuang begitu saja. Sekarang bayangkan sampah bongkaran setelah acara itu dimasukan jadi satu begitu saja, tidak dipilah-pilah."

Sekarang dalam merangkai bunga, interiorlandscaper yang satu ini juga ikut memperhatikan sampah-sampah itu, ini dimulai dari pemilihan materinya dulu. Ia juga aktif untuk mensosialisasikan soal sampah pada rekan-rekan satu profesinya. Yang terakhir ia harus mendidik para tukang yang melakukan bongkaran.

"Yang membongkar itu saya kasih tahu untuk memilah baran-barang, plastik, daun, kawat, foal itu dipisah sendiri-sendiri," jelasnya. Ini untuk memudahkan proses pendaurulangan.

Ini diamini oleh rekan seprofesi Lusi, yakni Yoseph Winada. Pemilik perusahaan yang bergerak di bidang flora bernama Larasati ini tak mau profesinya dianggap sebagai penyumbang sampah.

Maka ia aktif berkampanye menggandeng rekan-rekannya untuk menggunakan material yang alami. "Rangkaian bunga saya sifatnya kembali ke alam dengan mengedepankan ekspresi bebas," jelasnya kepada detikHOT (11/3/2014).

"Sebagai warga dunia, kita jangan sampai merusak alam. Dalam desain flora banyak menggunakan foam dan plastik yang bisa merusak alam, karena ini tidak larut sampai beberapa puluh tahun."

Maka ia mencari alternatif materi untuk penyokong rangkaiannya. Seperti dengan kedebok pisang, dengan bambu-bambu bahkan dengan mendaur botol-botol bekas.

Ia tak mau bunga yang ia buat hanya untuk keindahan mata, tapi merusak masa depan bumi. Ia dan rekannya yang sepaham mementingkan bagaimana keindahan dunia bisa terus lestari.

(ass/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads