"Teman-teman band yang kehilangan vokalis itu nanyanya ke Cokelat. Gue mensyukuri pengalaman itu bisa gue bagi ke orang lain. Nggak semua band bisa merasakan pengalaman itu. Ilmu dari semua ini mahal banget," ujar sang bassis Ronny kepada detikhot.
"Nggak semua band akhirnya punya ilmu seperti kami. Pengalaman kemarin itu sejarah yang indah banget, jadi pelajaran buat gue ke depannya. Bagaimana berprofesi dengan baik," sambung Edwin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mempertahankan formasi awal tapi nggak sehat buat apa? Gue nggak mau itu. Banyak band yang takut kehilangan personel. Tapi kesolidan dan profesional itu harus beriringan. Selama yang lainnya masih bisa kerja keras ya itu bisa terlewati. Orang nggak bisa melihat band itu dari salah satu personelnya saja, tapi harus keseluruhan," jelas Edwin.
Cokelat bukan hanya sekadar band. Mereka menyuguhkan konsep yang lebih baru dari sebelumnya. Kini mereka mulai bermain dengan fesyen. Karena mereka menyadari, band lama untuk terus dicintai butuh sebuah inovasi agar tidak membuat orang bosan. Nilai lebihnya, mereka juga bisa mendapatkan penggemar baru.
"Cokelat itu produk, itu yang kita tawarkan ke pendengar musik Indonesia, itu brand yang cukup kuat. Itu kita sadari dengan menelaah band-band di luar
negeri. Cokelat pun treatment-nya seperti itu. Berkarya tidak harus mengikuti laku apa nggak. Tapi kalau mau diterima ya harus bisa branding," tandas Ronny.
(yla/ast)