Film-film Bermuatan Sejarah Indonesia yang Menuai Kontroversi

Film-film Bermuatan Sejarah Indonesia yang Menuai Kontroversi

- detikHot
Rabu, 10 Sep 2014 15:39 WIB
Film-film Bermuatan Sejarah Indonesia yang Menuai Kontroversi
Jakarta - Selain 'The Act of Killing' yang menggemparkan hingga ke ajang Oscar, Joshua Oppenheimer kembali bersuara dalam layar 'The Look of Silence'. Kedua film tersebut mengangkat sejarah kelam Indonesia yang memperlihatkan dua sudut pandang berbeda, pelaku dan korban.

Di masa lalu, ada juga film-film bermuatan sejarah yang menuai kontroversi. Apa saja?

Dalam sebuah kamp Belanda di masa revolusi fisik terdapat sejumlah pejuang yang ditawan. Hampir semua berusaha lari, tapi tidak mudah. Sementara yang lain mencoba mencari jalan untuk meloloskan diri, Parman (Sukarno M. Noor) justru bersahabat dengan Koenen (B. Ijzerdraat), salah seorang perwira Belanda dengan maksud mencari informasi.

Film arahan sutradara Wahyu Sihombing ini dilarang beredar di bioskop oleh Partai Komunis Indonesia karena dikhawatirkan masyarakat Indonesia akan bersimpati pada Belanda. Presiden Soekarno sempat membantu, namun 'Pagar Kawat Berduri' tetap tak bisa beredar di bioskop.

Film ini melukiskan kekejaman tentara Jepang semasa pendudukannya sekitar tahun 1943-1944. Rota (Rofiie Prabancana) ditangkap ditangkap tentara Jepang dengan tuduhan menghasut rakyat. Ia masuk kamp konsentrasi Romusha alias pekerja paksa dan mengalami siksaan kejam.

Film arahan sutradara Herman Nagara ini memang lulus sensor, namun tak jadi beredar di bioskop karena dikhawatirkan bisa merusak hubungan Indonesia dan Jepang. Kabarnya produser Julies Rofi'ie mendapatkan kompensasi dari Jepang sebagai kompensasi biaya produksi. Tetapi, jalan keluar yang ditempuh tak terbuka untuk publik.

Film yang memiliki judul lengkap 'Max Havelaar of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij' ini diadaptasi dari buku berjudul sama karya Multatuli, dan disutradarai oleh Fons Rademakers. Film yang juga dibintangi Rima Melati ini sempat dilarang beredar oleh pemerintah Orde Bar, setelah beberapa saat diputar di gedung bioskop.

Film ini tertahan di Badan Sensor Film (BSF) selama sepuluh tahun sebelum beredar.

Film arahan sutradara Arifin C. Noer ini menampilkan Christine Hakim dan Cok Simbara sebagai bintang utamanya. 'Petualang-petualang' sempat tertahan enam tahun di badan sensor karena mengangkat tema korupsi dan konflik kepentingan beberapa tokoh, namun akhirnya bisa beredar setelah badan sensor memotong pita film hingga sampai 319 meter.

Film arahan sutradaraΒ Β Β Β Β  Yukio Fuji ini adalah film hasil kolaborasi rumah produksi film dari Jepang dan Indonesia. Cerita dalam film ini dibuat berdasar kisah nyata tentang perjuangan sejumlah personel dari Tentara Kekaisaran Jepang yang turut berperan andil dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Film ini menuai kontroversi besar saat dirilis di Indonesia tahun 2001, terutama karena adanya adegan dimana seorang perempuan Jawa tua mencium kaki tentara Jepang sambil menceritakan salah satu bait dari Ramalan Jayabaya tentang kedatangan tentara Jepang di Jawa. Walaupun diproduksi dengan dana besar dan kerjasama Jepang dan Indonesia, film yang juga dibintangi Lola Amaria ini tidak beredar luas di Indonesia karena alasan politik.

Balibo adalah film Australia yang berkisah mengenai peristiwa Balibo Five. Film arahan sutradara Robert Connolly ini dibuat berdasarkan buku 'Cover'karya Jill Jolliffe.

Film yang pengambilan gambarnya dilakukan di Dili itu dilarang beredar oleh Lembaga Sensor Film. Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, menyatakan pelarangan ini bertujuan untuk menghindari "pandangan negatif dunia" terhadap Indonesia. TNI juga menyatakan kembali pandangan resminya terhadap Balibo Five, bahwa jurnalis tersebut tertembak dalam baku tembak, bukan oleh tentara Indonesia.

Hide Ads