Selain memproduseri dan menyutradarai, kali ini Nia sekaligus menulis sendiri skenarionya (setelah sebelumnya skrip 'Arisan' dikerjakan oleh Joko Anwar). Dari berbagai tagline yang tersiar lewat poster filmnya (yang kira-kira maknanya 'menjadi tua itu bisa menyenangkan', dan 'apa yang dicari dalam hidup ini?'), 'Arisan 2' menjadi semacam penyataan alter-ego Nia yang kini telah berusia kepala 4.
Maka, lihatlah, film 'Arisan 2' menjadi lebih "dewasa" dan reflektif. Nia menjadi "wise", penuh perenungan, sekaligus --layaknya kecenderungan orang-orang yang bertambah usia-- ingin mengomentari apa saja, termasuk isu-isu politik. Filmnya jadi agak "cerewet", tapi mengalir tenang. Ceritanya tipis, nyaris tanpa konflik, dengan alur dan pengadeganan yang lebih ditekankan pada "mood" yang menyenangkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, pasangan gay Sakti (Tora Sudiro) dan Nino (Surya Saputra) sudah putus. Sakti kini berpacaran dengan Om Gerry (Pong Harjatmo) dan Nino juga punya pacar baru, Octa (Rio Dewanto) brondong flamboyan yang centil-manja. Perhatian mereka tersedot ke Meimei (Cut Mini) yang sedang mengasingkan diri ke pulau yang sepi dan menyembunyikan sesuatu.
Di tengah-tengah mereka hadir orang-orang baru. Dunia pergaulan Andin makin seru dengan hadirnya sosialita baru Ara (Atiqah Hasiholan) dan Joy (Sarah Sechan), seorang dokter bedah plastik. Andin memperkenalkan Sakti pada Joy, untuk janjian suntik botox. Meimei di "pengasingan"-nya juga punya teman baru, yang tak lain terapis pribadinya, Tom (Edward Gunawan) dan Moli (Adinia Wirasti), pelayan kafe setempat.
Alur cerita berselang-seling antara pesta-pesta sosialita di Jakarta dan kesunyian Gili Trawangan, tempat Meimei mencari ketenangan. Ini seperti memadukan antara keglamoran yang absurd dunia kaum sosialita (dengan skandal-skandal cinta di dalamnya) ala 'Sex and the City' dengan pencarian makna hidup ala 'Eat, Pray, Love'.
Menariknya, Nia membungkus semua itu dalam spirit parodi dan kritik sosial. Dunia sosialita dihadirkan untuk dikritisi dengan sindiran dan tertawaan. Di tangan Nia, keglamoran bisa jadi alat kritik sosial yang tajam. Demikian pula ketika memasukkan isu-isu sosial- politik aktual, Nia melakukannya dengan lembut dan jenaka; mengkiritik tanpa teriak.
Aida Nurmala dengan akting naturalnya menghidupkan kembali tokoh Andin dengan celetukan-celetukan nyinyir-pedas khasnya. Rachel Maryam masih kuat dengan aksen bataknya, dan berhasil membuat Lita salah satu pencuri perhatian dari film ini. Rio Dewanto patut dipuji secara khusus untuk perannya sebagai cowok gay muda dari generasi digital yang narsis. Demikian juga pendatang baru Edward Gunawan yang memberi aura positif tersendiri lewat adegan-adegan yang melibatkan dia.
Adinia Wirasti, walau tak dapat porsi sebanyak lainnya, termasuk salah satu yang terkuat dari film ini. Secara umum, semua bintang yang muncul dalam film ini telah menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Keharuan perpadu dengan kelucuan. Film ini adalah parodi, sekaligus komentar sosial dari seorang sutradara yang dikenal memang memiliki perhatian pada isu-isu di luar sana. Lewat 'Arisan 2', Nia telah menarik keluar "concern" personalnya menjadi percikan-percikan yang menggelitik rasa kepedulian bersama.
(mmu/mmu)