Hal tersebut diungkapkan Genta dan Ndari saat ditemui detikHOT di Perpustakaan Nasional Indonesia beberapa waktu lalu.
"Kami benar-benar mengusahakan untuk meminta naskah lengkap, kayak branding kami 'desainer yang baca buku'. Karena banyak banget desainer yang nggak baca bukunya. Banyak yang dapat brief dari redaksi atau masuk projectnya dari divisi desain, marketing, atau lainnya," ujar Ndari ketika mengobrol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Visual di tampak depan sampul buku pun, lanjut Ndari, adalah visual yang sesuai dengan kontennya. "Idealnya kita dikasih naskah dan bebas untuk menginterpretasi," lanjutnya lagi.
![]() |
Di brand Sukutangan, keduanya berkolaborasi. Ndari bertugas sebagai art director yang kemudian membaca naskah-naskah yang masuk cepat dan memberikan poin-poin penting terhadap Gentang.
Lalu Genta yang merupakan lulusan DKV Institut Seni Indonesia Denpasar itu menggambarnya. Terkadang diskusi terjalin di antara keduanya.
Kalaupun sampul dari buku yang bakal terbit itu naskahnya belum jadi maka Sukutangan akan meminta sinopsisnya. Seperti karakter, latar tempat, waktu, tone, serta apa kesan penulis yang ingin disampaikan pada pembaca.
"Kami berdua memang suka baca apalagi Genta yang suka banget dengan sastra, jadi visual yang kami kasih ke klien pun menunjukkan karakter atau hal yang menonjol dan ada di dalam konten buku," pungkas Ndari.
Di tengah perjalanan Sukutangan sepanjang dua tahun ini, banyak pula aral melintang dalam proses eksperimentalnya. Seperti apa? Simak artikel berikutnya.
(tia/doc)