'Salawaku': Pencarian di Pulau Seram

Spotlight

'Salawaku': Pencarian di Pulau Seram

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Kamis, 16 Feb 2017 16:33 WIB
Foto: Dok. Kamala Media Cipta
Jakarta - Film 'Salawaku' akan segera tayang di bioskop pada 23 Februari 2017 mendatang. Film bergenre road movie ini merekam perjalanan dua tokoh utama, yakni Salawaku (Elko Kastanya) dan Saras (Karina Salim), dengan Pulau Seram, Maluku sebagai latarnya.

Ini merupakan karya perdana sutradara Pritagita Arianegara. Alkisah, berharap bertemu dengan sang kakak perempuan, Binaiya (Raihanun), Salawaku pun mencari dan berkenala sampai ke kota Piru.

Di tengah perjalanan, Salawaku tak sengaja bertemu dengan turis dari Jakarta, Saras, yang kala itu terdampar di sebuah pulau kecil. Karena telah menolongnya, Saras pun berniat membalas budi dengan menemani Salawaku mencari keberadaan sang kakak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan Kawanua (JFlow) yang ternyata terlibat dalam konflik yang membuat Binaiya pergi meninggalkan kampung halamannya.

Tanpa diduga, Saras pun rupanya memiliki permasalahan serupa dengan yang dialami oleh Binaiya. Merasa terlibat secara batin, Saras pun tergerak untuk mengantarkan Salawaku dan Kawanua hingga di kota Piru demi membantu menemukan Binaiya.

'Salawaku': Pencarian di Pulau SeramFoto: Dok. Kamala Media Cipta


Tidak hanya dihiasi konflik yang tak tertebak, 'Salawaku' juga menghadirkan keindahan alam Pulau Seram. Mulai dari pantai berpasir putih, laut biru dengan pemandangan bawah laut yang menakjubkan, terumbu karang, langit jingga saat matahari terbenam, hingga air terjun yang masih terlihat begitu jernih dan tak terjamah.

Perbedaan bahasa dan budaya antara Salawaku dan Saras menjadi nilai tambah lainnya. Bagaimana kesulitan Saras untuk memahami bahasa yang digunakan Salawaku dan sebaliknya, bagaimana Salawaku mencoba memahami mengapa smartphone begitu berarti untuk Saras. Perbedaan tersebut tak hanya menjadi perbandingan yang yang ditampilkan film ini, namun juga kekuatan yang membuat film ini menghibur.

Isu adanya ketidaksetaraan posisi perempuan dan laki-laki dalam tatanan adat, kehamilan di luar nikah, dan bagaimana seorang anak pemuka adat mencoba mempertahankan kehormatan keluarganya di mata masyarakat juga menjadi isu yang diangkat. Namun, memang terasa hanya tergali hingga permukaan saja.

Nampaknya durasi sepanjang 82 menit memang tak cukup untuk menggali secara terlalu mendalam isu-isu yang ingin disampaikan film ini. Akan tetapi mengangkatnya untuk diperbincangkan adalah suatu usaha tersendiri yang patut dihargai.

Terlepas dari penyelesaian masalah yang nampak begitu mudah di akhir cerita, dan membuat film ini terkesan menyederhanakan persoalan yang rumit, film ini mengajak penonton untuk berpikir. Semua itu didukung dengan akting pemain yang begitu apik. Dalam film ini, Salawaku, yang berasal dari nama perisai tradisional asal Timur, digambarkan sebagai sosok yang kuat. (srs/mmu)

Hide Ads