Menyimak 5 Film Terbaik FFI 2015

Spotlight

Menyimak 5 Film Terbaik FFI 2015

Adhie Ichsan - detikHot
Kamis, 19 Nov 2015 13:43 WIB
Menyimak 5 Film Terbaik FFI 2015
Jakarta -

Malam puncak Festival Film Indonesia akan digelar di ICE BSD, Tangerang pada 23 November mendatang. Ada lima film yang bersaing menjadi terbaik tahun ini. Yuk, simak lagi film-film tersebut!

A Copy of My Mind



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'A Copy Of My Mind' merupakan salah satu bagian dari trilogi tentang Jakarta selain 'Jakarta: A Copy of My Heart', dan 'A Copy of My Soul'. Sebelumnya sutradara Joko Anwar mengungkapkan proses pengambilan gambar hanya membutuhkan waktu kurang dari satu bulan karena ia memakai lokasi real tanpa membuat banyak set.

Tak seperti karya Joko sebelumnya yang bernuansa thriller, 'A Copy of Mind' merupakan film drama tentang sepasang kekasih yang menemukan DVD berisi rekaman korupsi yang melibatkan pejabat tinggi dan calon presiden.

'A Copy Of My Mind' telah meraih CJ Entertainment Award di Asian Project Market--bagian dari Busan International Film Festival di Korea--pada awal Oktober 2014. Joko mendapat pun mendapatkan dana sekitar US$ 10 ribu perusahaan film Korea, CJ Entertainment untuk memproduksi filmnya.

Film yang dibintangi Chicco Jerikho, Tara Basro, Ario Bayu, Maera Panigoro dan Paul Agusta ini juga sudah tayang di Venice Internasional Film Festival 2015 dan Toronto International Film Festival 2015. Selain masuk nominasi film terbaik, 'A Copy of My Mind' juga menerima enam nominasi lain.

Guru Bangsa Tjokroaminoto



Perjalanan hidup Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto yang diangkat sutradara Garin Nugroho mengambil latar di era 1890-1920an. Pahlawan rakyat yang dijuluki 'Raja Tanpa Makhkota' ini lahir dari kaum bangsawan Jawa dengan latar belakang keislaman yang kuat.

Saat era itu, Indonesia masih bernama Hindia Belanda, dan 80 persen rakyat masih kesulitan baca-tulis. Tjokroaminoto (diperankan Reza Rahadian) diceritakan rela melepas atribut keningratannya untuk membaur bersama rakyat biasa.

Lewat kepemimpinan Tjokroaminoto, rakyat kecil yang sebelumnya tidak memiliki akses ke dunia politik, mulai dibukakan jalannya untuk ikut berpartisipasi melalui Sarekat Islam. Organisasi yang dipimpinnya itu menjadi organisasi terbesar pertama dengan anggota sebanyak 2 juta orang yang berasal dari berbagai kalangan kelas sosial.

Prinsip sama rata dan sama rasa yang disuarakan Tjokroaminoto, menumbuhkan harapan rakyat yang selama ini menjadi sapi perah, baik dari tenaga maupun hasil bumi yang menjadi hak mereka. Dari Ponorogo, Semarang, hingga Surabaya, Tjokroaminoto berpindah-pindah mencari tempat lebih baik dalam mengembangkan ideologinya.

Rumah Tjokro di Gang Peneleh, Surabaya, terkenal sebagai tempat bertemunya tokoh-tokoh bangsa Indonesia kelak. Karakter utama yang diperankan Reza Rahadian ini tumbuh menjadi guru dari para pemimpin pergerakan seperti Soekarno, Semaoen, Alimin, Moesso, Tan Malaka, hingga Kartosuwiryo. Namun dua nama terakhir tidak muncul di film karena latar cerita yang berujung di 1921.

Dalam FFI tahun ini, 'Guru Bangsa Tjokroaminoto' meraih delapan nominasi, yaitu Penata Kostum Terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, Penata Suara Terbaik, Pengarah Artistik Terbaik, Pengarah Sinematorgafi Terbaik, Penata Efek Visual Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, dan kategori Film Terbaik.

Mencari Hilal



'Mencari Hilal' bercerita tentang pria setengah baya yang taat beragama bernama Mahmud (Deddy Sutomo) dalam mengulang tradisi untuk mencari hilal. Ia merasa terpukul ketika mendengar sidang isbat dari pemerintah yang isunya menelan dana 9 milyar untuk menentukan hilal.

Di penghujung umurnya yang menua, Mahmud bertekad menjalankan misinya. Akhirnya ia dibolehkan pergi jika ditemani Heli (Oka Antara), anak bungsunya yang sejak lama pergi dari rumah karena selalu bertentangan dengannya. Heli sang aktivis lingkungan hidup ini kerap kali membuat Mahmud gerah dengan kritisme-kritisme sekuler liberal yang menurutnya sesat.

Heli sendiri sebenarnya menolak menemani Mahmud, namun terpaksa menuruti permintaan kedua kakaknya itu agar Hanifah yang bekerja di kantor imigrasi membantunya mengurus paspornya yang kadaluarsa bertepatan dengan libur lebaran. Dia butuh secepatnya keluar negeri membantu para aktifis dunia berjuang melawan perusakan lingkungan di Nicaragua.

Dengan kehadiran Heli yang sangat dibencinya, berhasilkah Mahmud memenuhi janjinya untuk melihat hilal di lokasi yang ditentukan dalam tradisi pesantrennya sebelum datangnya Idul Fitri? Berhasilkah Heli mendapatkan paspor barunya tepat waktu dengan membantu Mahmud yang selalu ingin dihindarinya itu?

'Mencari Hilal' diproduksi MVP Pictures, Studio Denny JA, Dapur Film, Argi Film, dan Mizan Productions. Film arahan sutradara Ismail Basbeth ini sebelumnya juga tayang di Tokyo International Film Festival pada 22-31 Oktober lalu dalam kategori 'Asian Future' bersama 10 film internasional lainnya dari negara Asia hingga Eropa.

Kategori tersebut ditujukan untuk film-film yang merupakan hasil karya sutradara pendatang baru. Judulnya filmnya sendiri akan berganti menjadi 'The Crescent Moon'.

Di FFI 2015, 'Mencari Hilal' mendapatkan 7 nominasi, antara lain kategori penata musik terbaik, pengarah artistik terbaik, penyunting gambar terbaik, aktor utama terbaik, sutradara terbaik, penulis skenario terbaik dan film terbaik.

Siti



Satu hari dalam kehidupan Siti, 24 tahun. Siti, ibu muda, mengurusi ibu mertuanya, Darmi, anaknya, Bagas, dan suaminya, Bagus. Bagus mengalami kecelakaan saat melaut setahun sebelumnya yang mengakibatkan kelumpuhan. Kapal Bagus yang baru dibeli dengan uang pinjaman hilang di laut.

Siti berjuang untuk menghidupi mereka. Di saat keadaan makin terjepit karena lilitan hutang, Siti terpaksa bekerja siang dan malam. Siang hari Siti berjualan peyek jingking di Parangtritis. Malam hari Siti bekerja sambilan sebagai pemandu karaoke. Pekerjaan terakhir ini membuat Bagus tidak mau bicara lagi dengan Siti. Keadaan membuat Siti frustasi.

Di tempat karaoke Siti berkenalan dengan seorang polisi bernama Gatot. Gatot menyukai Siti dan ingin menikahinya. Siti bimbang. Tekanan hidup membuat Siti harus memilih untuk kebahagiaan dirinya.

Film arahan sutradara Eddie Cahyono ini menampilkan Sekar Sari, Bintang Timur Widodo, Titi Dibyo, Ibnu Widodo, dan Haydar Saliz. Sebelumnya 'Siti' sudah melanglang buana ke berbagai festival film internasional.

Toba Dreams



'Toba Dreams' berbicara soal cinta, mimpi, dan ambisi. Sebagai orangtua, Pak Tebe (Mathias Muchus, β€˜Cintaku di Way Kambas’, β€˜Nada Untuk Asa’) bermimpi agar anak-anaknya dapat meraih sukses dan kehormatan. Namun, terkadang seorang anak memiliki mimpi dan ambisinya sendiri yang ingin diwujudkannya, padahal --ironisnya-- tujuannya untuk membahagiakan orangtuanya juga. Di sinilah Pak Tebe dan Ronggur (Vino G. Bastian, β€˜3 Nafas Likas’, β€˜Cinta/Mati’) memiliki cara yang berbeda dalam menggapai mimpi-mimpi mereka. Keduanya sering tak sepaham hingga saling bermusuhan, lantas timbul rasa benci yang mengakar begitu dalam pada diri masing-masing.

Sutradara Benni Setiawan (β€˜Madre’, β€˜Bukan Cinta Biasa’) yang sekaligus menulis skrip film ini berdasarkan novel berjudul sama karya TB Silalahi berhasil menerjemahkan materi novel ke dalam bahasa film dengan cara-cara yang selama ini belum pernah ia capai sebelumnya.

(ich/ich)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads