Tahun lalu saya dikejutkan oleh The Roundup, film karya sutradara Lee Sang-yong yang secara mengejutkan berhasil menghibur saya. Meskipun film tersebut adalah sebuah sekuel dan saya belum menonton film pertamanya saat itu, The Roundup berhasil membuat saya terikat dengan karakternya tanpa bertele-tele.
Tidak butuh waktu lama bagi film tersebut untuk membuat saya tenggelam dengan kisahnya dan meringis melihat aksi bak-bik-buknya yang lumayan seram. Ditambah dengan berbagai karakter pendukung yang lucu-lucu, The Roundup adalah dua jam hiburan yang sangat paten. Dengan kesuksesan yang luar biasa tersebut tidak mengherankan jika mereka merilis sekuelnya.
Detektif Ma Seok-do (Ma Dong-seok) kali ini disibukkan oleh sebuah narkoba jenis baru bernama "Hiper". Seorang gadis muda ditemukan dalam keadaan meninggal, loncat dari sebuah hotel dan setelah diautopsi ternyata ditemukan banyak "Hiper" dalam darahnya. Penyelidikannya ini akhirnya membawanya ke gerombolan polisi korup dan yakuza.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentu saja sebagai sebuah franchise yang sukses, The Roundup: No Way Out sudah menemukan formula yang tepat. Semua film-film ini dibuka dengan hal yang sama: Seok-do pergi ke kantor (dan selalu terlambat) dan di tengah jalan ia harus "membereskan" sesuatu. Keputusan ini adalah keputusan yang tepat karena dengan cepat penonton baru akan tahu siapa sebenarnya karakter Seok-do, seorang detektif yang pukulannya akan membuat superhero Marvel minder. Bagi penonton yang sudah akrab dengan franchise ini, pengenalan tersebut langsung membuat mereka familiar dengan dunia yang
dibangun.
Dibandingkan dengan film keduanya, The Roundup: No Way Out agak lebih "main aman" dalam menggambarkan kekerasan. Entah apa karena mereka sedang ganti vibe atau memang film ini terlalu cepat diproduksi (syutingnya baru selesai November tahun lalu), film ini relatif jauh lebih sederhana jika dibandingkan film keduanya. The Roundup: No Way Out memang masih menampilkan berbagai adegan laga yang akan memuaskan para pecinta film semacam ini tapi kebrutalannya tidak bisa dibandingkan dengan adegan Ma Dong-seok dan karakter Son Suk-ku di Vietnam dalam film kedua.
Secara plot, The Roundup: No Way Out masih mengikuti formula film sebelumnya. Ia memperkenalkan sebuah masalah yang ringan, dengan karakter antagonis yang jelas, kemudian kita akan melihat Seok-do dan kawan-kawannya menyelesaikan masalah ini. Di tangan orang lain, apa yang dilakukan oleh Ma Seok-do akan terasa repetitif. Ia selalu bisa selangkah lebih maju dari karakter penjahatnya.
Tidak hanya itu, ia juga mempunyai kemampuan berantem lebih hebat dari apapun. Mau sejago apapun penjahatnya, Ma Seok-do akan selalu menang. Harusnya hal ini menjadikan filmnya membosankan tapi The Roundup: No Way Out justru selalu berkilat-kilat ketika Ma Seok-do ada di layar. Ia mempunyai kharisma seorang bintang film yang selalu menjadikan orang-orang di sekitarnya menjadi lebih baik.
The Roundup: No Way Out mungkin adalah sebuah film aksi-komedi yang generik. Tapi kalau Anda gemar dengan film-film ringan tapi tidak murahan, aksi Ma Seok-do jelas tidak bisa dilewatkan begitu saja. Dengan durasi yang nyaman dan editing yang cepat (tahu-tahu filmnya sudah habis), film ini cocok ditonton ketika Anda penat dengan kesibukan harian Anda. Saya tidak bisa menahan kebahagiaan saya ketika pembuat filmnya mengumumkan bahwa Ma Seok-do akan kembali lagi di jilid keempat yang akan rilis tahun depan. Saya tidak pernah menolak untuk bisa bersenang-senang dengan detektif ahli pukul itu lagi.
The Roundup: No Way Out dapat disaksikan di jaringan CGV, Cinepolis, Flix dan bioskop lain di Indonesia
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(nu2/nu2)