"Ya menikah secara sah. (Tahu pernikahannya poligami) itu mimpi buruk," kenang Meggy saat berbincang dengan detikcom, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Saat itu Meggy ingat dirinya masih berusia 22 tahun. Dia mengakui secara lahir dan batin tidak siap menerima kondisi sebagai istri kedua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Otomatis saya saat itu masih muda banget, masih usia 22 tahun kalau nggak salah. Jadi pada saat itu juga tidak siap, lahir batin tidak siap, ego masih tinggi, childish banget, belum bisa berpikir dewasa juga. Otomatis, pada saat saya tahu suami saya sudah beristri saya tidak merasa (merebut suami orang)," cerita Meggy.
Meggy mengatakan banyak yang menudingnya sebagai perempuan tak tahu diri. Sebagai istri kedua saat itu Meggy tak merasa malu, sungkan, termasuk tak tahu batasan.
"Kalau orang kan bilang 'Ih songong benget si nih perempuan. Jadi istri kedua tapi nggak tau diri.'. 'Oh, memang yang saya rasakan nggak tahu diri karena saya nggak merasa.'" ungkapya.
"Kalau istri kedua yang lain, pati mereka punya rasa sungkan, malu atau punya batasan. Saya jauh lebih tidak tahu batasan saat itu karena saya tidak merasa gitu," tukas Meggy.
Setelah belasan tahun menjalani poligami, tiga tahun belakangan Meggy mulai bisa berdamai dengan diri sendiri. Dia pun jauh merasa lebih tenang menjalani kehidupan saat ini bersama tiga anaknya.
(pus/wes)