Digelar di Gedung D Galeri Nasional Indonesia, puluhan karya yang hadir sebagian besar bersimbol wayang, kupu-kupu, dan bunga. Kurator pameran Jim Supangkat menuturkan perjalanan Sasya dalam berkarya berbeda dari seniman lainnya.
"Sasya Tranggono bukan berasal dari seniman yang belajar pendidikan seni rupa. Dia salah satu seniman yang otodidak belajar dan masih bertumpu pada tradisi," ujar Jim Supangkar saat pembukaan pameran, Kamis (14/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lulusan Teknik di Smith College Universitas Syracuse New York menceritakan awalnya ia menggambar still life di atas kertas. Ketika pindah medium, ia mulai menggambar bunga.
![]() |
"Saya juga belajar dengan Agus Suwage, beliau memberikan semangat untuk pindah media ke kanvas. Baru gambar kupu-kupu dengan material coral," ujar Sasya.
Sejak awal berkarier sebagai seniman, Sasya juga sudah memakai simbol wayang. Serta motif batik dalam setiap lukisannya.
"Sejak kecil aku pakai batik dan jangan tanya pakem ya, ini motifnya aku tabrak-tabrak saja. Sesuka aku," katanya tertawa.
Sukses menghasilkan puluhan karya dan dikenal di penjuru Eropa Sasya tetap tidak akan berhenti melukis. "Aku tuh nggak pernah sekolah seni rupa tapi cinta sekali. Setelah 30 tahun, aku nggak akan pernah berhenti melukis, aku sedang menyiapkan sesuatu yang besar untuk pameran berikutnya," pungkasnya.
Pameran 'Cinta untuk Indonesia' dibuka malam ini hingga 10 Maret 2019 di Gedung D, Galeri Nasional Indonesia.