Puluhan Musisi Pertanyakan Urgensi RUU Permusikan ke DPR

Puluhan Musisi Pertanyakan Urgensi RUU Permusikan ke DPR

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Senin, 04 Feb 2019 17:36 WIB
Glenn Fredly, Anang dan Wendi Putranto dalam diskusi di Cilandak Town Square, Senin (4/2/2019). Foto: Noel/detikHOT
Jakarta - Puluhan musisi berkumpul untuk mempertanyakan isi dan urgensi dari dibuatnya Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan. Sejumlah musisi yang tidak sepaham dengan adanya RUU Permusikan itu menyampaikan, seharusnya undang-undang permusikan tak perlu ada.

Mereka nyampaikan aspirasinya dalam diskusi mengenai RUU Permusikan yang diadakan di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Senin (4/2/2019). Hadir dalam diskusi tersebut Glenn Fredly sebagai moderator, Anang Hermansyah dari Komisi X, dan Dr. Inosentius Samsul sebagai salah satu penyusun RUU, dan Koalisi Seni.

Jalannya diskusi tersebut dibuka dengan Anang dan Inosentius yang menjawab ketidaksetujuan para musisi mengenai RUU Permusikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak musisi yang mencibir apa yang Anang bisa lakukan sebagai anggota partai. Hal itu yang justru akhirnya mendorong saya untuk masuk parlemen dan perjuangkan profesi ini. Saya ingin hari ini kita sama-sama curahkan kepintaran kita. Saat ini kan kita masih lihat senior senior yg sakit, akhirnya kita buat penggalangan dana segala macam. Mau sampai kapan begitu? padahal karyanya beliau masih diputar di mana-mana," terangnya.

Sedangkan Inosentius menjelaskan bahwa draf dari RUU tersebut masih dapat berubah, "Kami membuat rangka dan kalian sebagai stakeholder utama (musisi) tinggal mengisi. Kalau ada kekurangan silakan bilang dan kami buka diri untuk berdiskusi dan memperbaiki naskah," kata Inosentius.

Puluhan Musisi Pertanyakan Urgensi RUU Permusikan ke DPR Foto: Noel/detikHOT


Dari pihak yang tidak menyetujui adanya RUU Permusikan, hadir sejumlah musisi dan pelaku dalam diskusi tersebut, di antaranya Rara Sekar, Marcell Siahaan, Danilla Riyadi, Arian, Vira Talisa, Dimas Ario, David Tarigan dan lain-lain.

Diwakili secara simbolis oleh Wendi Putranto, ia menyerahkan pernyataan sikap dari Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTL RUUP). Ia mengatakan ada 262 pelaku musik tergabung dalam KNTL RUUP dan 50.000 orang yang menandatangani petisi menolak RUU tersebut.

Mewakili rekan-rekan sesama pelaku musik, Wendi menyayangkan kurangnya sosialisasi saat RUU Permusikan tersebut mulai digarap. Ia mempertanyakan mengapa hal tersebut tidak dibahas dalam konferesi musik (KAMI) di Ambon padahal saat itu RUU sudah mulai dirancang.

Wendi juga menyayangkan draft dari RUU Permusikan yang sulit untuk ditemui hingga baru tersebar pada Januari 2019.

"Kenapa di konferensi itu tidak dibahas soal RUU ini? Harusnya kan dibahas waktu konferensi biar nggak hoeboh begini. Sudah 2019 baru tersebar naskah akademiknya dan beberapa pasal sangat merugikan. Parahnya RUU ini sudah sampai di Prolegnas," tanyanya dalam diskusi.

Selain sosialisasi, hal yang paling dipertanyakan oleh para musisi yang tidak setuju dengan adanya RUU Permusikan adalah seberapa besar urgensi dari adanya RUU tersebut. Dikhawatirkan UU yang baru justru akan tumpang tindih dengan aturan yang ada.

Tonton video: Anang Hermansyah: Jerinx Punya Masukan yang Baik

[Gambas:Video 20detik]



Menurut mereka, bila memang tata kelola harus dibahas dalam sebuah peraturan, tidak perlu hingga menjadi undang-undang. Sebab aturan dalam dunia musik sudah diundangkan dalam UU Hak Cipta, UU Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, UU ITE, dan UU Pemajuan Budaya.

"Kan sudah ada UU terdahulu, di situ sudah ditulis soal industri (musik) kita. Kita selalu bicara royalti, kebebasan berkontrak dan sebagainya. Saya melihat teman-teman menanyakan urgensi, ini menurut saya nggak urgen. Harusnya ditanya saja ke pemerintah untuk mengkaji UU yang sudah ada," kata Marcell Siahaan.

Irfan 'Samsons' dalam diskusi tersebut menambahkan bahwa bila memang penting dibuat, UU Permusikan seharusnya berpokok pada royalti. Ia mengarakan, beberapa aturan soal hak cipta dari luar negeri berpangkal pada adanya tantangan kemajuan teknologi yang kemudian jadi destruktif pada karya.

"Seperti yang ada di negara lain, itu dasarnya karena ada kemajuan teknologi yang destruktif, sehingga banyak karya yang perli dilindungi. Harusnya memang UU itu pokoknya adalah royalti, tapi memang aspek berkreasinya tidak perlu diatur. nanti malah mengganggu kemaslahatan musisi," jelasnya.

Sebelumnya, setidaknya ada 19 pasal dalam RUU Permusikan yang menuai kontroversi dan protes dari berbagai kalangan di industri musik. Pasal tersebut adalah empat, lima, tujuh, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, dan 5 (srs/ken)

Hide Ads