Pelajaran penting yang Ussy ambil dari sang bunda adalah soal perbedaan pendapat. Sebagai anak sangat wajar beda pendapat dengan ibu.
"Iya namanya manusiawi anak sama orang tua berbeda pendapat tuh pasti, cuma memang pasti ada jalan keluarnya. Ehm aku belajar itu kayak sekarang ya bukan berarti apa yang aku minta ke anak-anak aku tuh tidak selalu benar. Aku merasakan itu," kata Ussy Sulistiawaty kepada detikHOT saat ngobrol-ngobrol di rumahnya kawasan Cipete, Jakarta Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perubahan zaman membuat Ussy Sulistiawaty harus luwes dalam memberikan pendidikan ke empat anak perempuannya. Beda zama, beda masa, dan Ussy tak bisa plek-plekan mengaplikasikan cara sang bunda mendidiknya kepada empat anak perempuannya.
"Mungkin kalau dulu aku tuh orang kampung ya. Aku tinggal di kampung, aku tinggal di Tanjung Priok yang menurut aku itu bukan kota yang kayak Jakarta Selatan yang mewah memang. Tidak kekurangan tapi juga tidak berlebihan, semuanya serba cukup. Apa yang aku pengen orang tuaku akan berusaha mencari ehm biar itu terpenuhi. Tapi ya secukupnya gitu lho, kayak misalnya aku butuh beli buku ini ya, aku butuh beli ini alat-alat sekolah, mereka akan sediain," ungkapnya.
"Jadi tidak dibilang kekurangan juga. Tapi dibandingkan sekarang anak-anak saya lebih beruntungnya. Dulu aku masih merasakan naik bus sampai kuliah naik bus. Baru ketika aku cari uang sendiri, aku baru bisa beli mobil. Dulu aku dianterin sama mama kadang-kadang, mama nyetir dari Tanjung Priok ke Mustopo, bayangin tuh. Jadi mama yang nyetir karena aku anak perempuan, jadi pagi-pagi mama udah nyetirin aku. Pulang kadang-kadang aku naik bus," lanjutnya berkisah.
Itu adalah pengalaman yang luar biasa untuknya. Ussy tak ingin anak-anakanya merasakan hidup susah. Oleh karena itu Ussy Sulistiawaty selalu memastikan kehidupan empat anaknya, Amel, Ara, Elea, dan Sheva tidak kekurangan dan terjamin.
Ada kalanya prinsip yang dipegang oleh ibunya dulu tidak bisa Ussy terapkan ke empat perempuannya. Mulai dari cara komunikasi, pergaulan, dan kegiatan sehari-hari. Dahulu Ussy selalu berkomunikasi dengan telepon rumah dan itu beda dengan anak zaman sekarang yang semuany sudah memegang ponsel.
"Jadi hal-hal kayak gitu sih yang kadang-kadang aku, aku belajar oh ternyata tidak semua hal yang aku larang ke anak-anak itu karena aku benar. Tapi karena keegoisan aku diperlakukan itu sama mama, walaupun itu bukan perlakuan jelek, tidak," tuturnya.
Pernah dirinya berdebat dengan Andhika Pratama hanya karena soal membiarkan anak-anaknya yang sudah tumbuh remaja pergi nongkrong bareng teman. Sebagai ayah, Andhika membantu anak-anaknya untuk bicara dengan Ussy.
"Kemarin tuh aku debat ya sedikit debatlah sama Andhika kayak misalnya kata Amel, dia ngadu ke papanya. 'Pa Amel tuh pengen deh sekali-sekali pergi sama teman-teman Amel, Amel kan sudah umur 13 tahun'. Nah, kondisinya sekarang mereka tidak boleh pergi sama teman-temannya. Jadi kalau mau pergi pasti ada aku, ada mbak, pokoknya ada yang selalu nemenin. Terus Andhika ngomong 'Iya Mo Amel tuh sekali-sekali boleh pergi sama teman-temannya'. 'Enak aja' aku bilang 'Nggak bisa!'. 'Tunggu, tunggu jangan ngomel-ngomel dulu. Maksud dia pergi sama teman-temannya tapi tetap ada orang rumah'. Oh yaudah kalau itu boleh aku bilang gitu," ceritanya dan Ussy menjelaskan ada jam main yang diterapkan ke anak-anaknya.
Tonton video: Perspektif Ussy Sulistiawaty: Perjuangan Ibu saat Anaknya Di-bully
"Jadi nggak pernah di lepas gitu aja. Larangan-larangan gitu yang mungkin ehm menurut anak-anak itu kenapa sih selalu dipatokin jamnya, karena dulu aku diperlakukan seperti itu. dan aku bersyukur sih sejujurnya mungkin kalau dulu aku tidak diperlakukan seperti itu mungkin aku udah kayak apa tahu kali, udah bengal, udah bandel, udah segala macam," ungkapnya.
Pernah juga Ussy Sulistiawaty gemas melihat anak-anaknya mengaji. Sangat dirasakan berbeda dahulu Ussy bisa khatam Al Quran berkali-kali tapi kini tidak dengan anak-anaknya. Dahulu Ussy bisa pergi mengaji bersama dengan anak-anak sepermainannya yang tinggal di dekat rumahnya, sekarang empat anaknya harus dipanggilkan guru ngaji ke rumah dan mengajar secara privat.
"Namanya tinggal di Tanjung Priok tinggal di sebuah gang yang sana mushola sini mushola namanya ngaji itu penting. Dulu aku ngaji dari abis magrib sampai sebelum isya sama dari abis subuh menjelang persiapan berangkat sekolah sampai jam 6, setengah 7 aku berangkat sekolah. Jadi aku sehari ngaji dua kali. Otomatis khatam Al Quran cepat, ulang lagi, ulang lagi. Dulu aku senang kalau khatam Al Quran kita bubur merah, bubur putih," kata Ussy.
"Nah anak-anak aku ngaji cuma seminggu 3 kali di sini manggil guru ngaji. Otomatis hatamnya lama, aku 'ini kok nggak khatam-khatam?' Terus dia yang 'iya ma kakak kan ngajinya seminggu cuma tiga kali'. Jadi yang kayak gitu. Nggak ada pengajian yang kayak zaman dulu ngegerung apa sih yang kayak barengan, sekarang kan susah nggak ada kalau mau saya harus tinggal lagi di daerah pinggir yang ada kayak gitu, kan nggak bisa juga. Yaudah aku harus menyesuaikan dirilah yang penting anak-anak tetap ngaji, tetap tahu baca Al Quran, tetap tahu tentang agama," pungkasnya. (pus/ken)