"Ini (Ngayogjazz 2018) seperti lebaran (Pemusik) jazz, mereka bisa bersilaturahim, bertemu dan berinteraksi. Ini juga sebagai cara menemukan kegembiraan, kan masuk tahun politik, jadi agar mengendorkan syaraf-syaraf dengan cara yang lebih sehat daripada dapat vitamin yang namanya hoaks," katanya saat ditemui di sekitar venue Ngayogjazz 2018, Sabtu (17/11/2018).
Baca juga: Kirab Budaya Awali Pembukaan Ngayogjazz 2018 |
Sementara itu, Board of event Ngayogjazz 2018, Novindra Diratara menambahkan, bahwa setidaknya ada 7 panggung yang berdiri di Desa Gilangharjo dalam event yanh digelar ke-12 kalinya ini. Di mana masing-masing itu akan diisi oleh penampilan para pemusik jazz nasional dan internasional.
Lanjutnya, ada pula penampilan dari para seniman dan komunitas jazz dari Yogyakarta, Magelang. Selain menampilkan seniman musik jazz, budaya lokal pun diberi tempat. Seperti komunitas reog, gejog lesung, dan pertunjukan tari dari anak-anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Bantul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditambahkannya, untuk tema 'Negara Mawa Tata, Jazz Mawa Cara' ini adalag sebagai jawaban atas fenomena yang terjadi dan berkembang di masyarakat Indonesia sekarang. Itu merupakan plesetan dari 'Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata'.
"Kurang lebih, maknanya adalah 'Walaupun Negara mempunyai hukum dan tata Negara, namun tiap daerah juga memiliki adat dan budaya yang khas. Serta erat kaitannya dengan kearifan lokal daerah masing-masing," pungkasnya. (nu2/nu2)