Penyandang tunarungu kelahiran Yogyakarta ini tak menyangka karyanya mampu diapresiasi publik. Lewat lukisan-lukisan yang diciptakannya, dia turut berpameran di ajang Festival Bebas Batas di Galeri Nasional Indonesia sampai akhir bulan ini.
Bagaskara memulai kariernya di bidang seni sejak bersekolah di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR), Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya belajar tentang melukis itu seperti apa, warna seperti apa, bagaimana cara mencampurkan berbagai warna. Itu aku belajar sendir," tuturnya menggunakan bahasa Isyarat yang diterjemahkan oleh salah seorang anggota Pusat Bahasa Isyarat Indonesia, ketika diwawancarai belum lama ini.
Ilmu melukis diyakini Bagaskara mampu menenangkannya. Ia pun bertekad untuk menjadi seorang seniman. Dia pun mendaftar untuk berkuliah di ISI Yogyakarta.
"Aku berusaha ingin menjadi seniman profesional, trus aku daftarlah di ISI dan mencari lukisan yang seperti apa yang harus punya karakter," lanjut pria yang pernah memenangkan Juara 1 Pelopor Bidang Sosial Budaya dan Pariwisata tingkat kota Yogyakarta pada 2014 lalu.
Karya Bagaskara tak hanya pernah dipamerkan kali ini. Sebelumnya dia pernah turut berpamerkan di Pameran Lukis Kaca tingkat SLTA se-Yogyakarta (2015), pameran seni rupa 580 seniman NANDUR SRWAUNG di Taman Budaya Yogyakarta (2016), dan Pamerann bersama 'Seni untuk Kemanusiaan' di Museum Affandi (2017).
Bagaimana cerita Bagaskara sampai menemukan ciri khas di karya-karyanya? Simak artikel detikHOT berikutnya.
(tia/srs)