'Taman Sastra Ahmad Tohari', Apresiasi pada Sastrawan Legendaris Asal Banyumas

'Taman Sastra Ahmad Tohari', Apresiasi pada Sastrawan Legendaris Asal Banyumas

Arbi Anugrah - detikHot
Senin, 25 Jun 2018 08:39 WIB
Foto: (Arbi Anugrah)
Jakarta -

Sebagai bentuk penghargaan serta apresiasi terhadap satrawan legendaris asal Banyumas, Ahmad Tohari yang genap berusia 70 tahun pada 13 Juni 2018 lalu, para sahabat memberikan penghormatan tokoh Nasional yang telah melahirkan karya-karya terbaiknya yang di antaranya Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dinihari (1985), dan Jantera Bianglala (1986) dengan rencana membangun Taman Sastra Ahmad Tohari di Agro Karang Panginyongan, Cilongok, Banyumas.

Apresiasi tersebut diberikan bukan hanya karena Ahmad Tohari sekadar penulis dan satrawan. Tapi juga seorang budayawan bahkan sudah menjadi tokoh sastra Indonesia yang karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Selain akan membangun Taman Sastra Ahmad Tohari yang ditandai dengan peletakan batu pertama, dalam acara yang akan dilakukan pada 30 Juni nanti, Ahmad Tohari juga akan meluncurkan buku '70 Tahun Ahmad Tohari, Sastra Itu Sederhana'.

"Kami ingin memberikan kenangan kecil ke pak Ahmad Tohari dalam peringatan ulang tahun beliau dengan ditandai penerbitan buku, 'Sastra Itu Sederhana' merangkum tulisan sekitar 56 orang dari Emha Ainun Nadjib, Taufik Ismail, Yessi Gusman dan banyak lagi baik para tokoh intelektual, akademisi, budayawan, aktivis tokoh organisasi sampai orang orang terdekat dengan Ahmad Tohari," kata Ketua Panitia Gebyar Eduwisata Karang Panginyongan, Hadi Sepeno kepada wartawan di Banyumas, Minggu (24/6/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pembangunan Taman Sastra Ahmad Tohari dan peluncuran buku tersebut, nantinya juga akan diadakan diskusi sastra yang akan dihadiri oleh Ketua Perhimpunan Sarjana Sastra Indonesia Profesor Doktor Teguh Supriyanto, Sastrawan Indonesia NH Dini, budayawan yang juga peneliti LIPI, Mohamad Sobary.



"Bagaimana sastra karya Ahmad Tohari ini langgeng, sekarang beliau 70 tahun, suatu saat 80-90 tahun dan 100 tahun. Tapi pada akhirnya dengan rasa deg-degan pasti akan selesai, makanya Ahmad Tohari boleh selesai tapi karya-karyanya tetap abadi di sini, dari buku ini ('70 Tahun Ahmad Tohari, Sastra Itu Sederhana') akan terungkap semuanya," jelas Hadi Sepeno yang pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Banjarnegara.

Dia menjelaskan, Taman Sastra Ahmad Tohari ini akan dibangun dalam waktu satu tahun dan nantinya akan menjadi sarana untuk belajar para peneliti, para mahasiswa, dosen atau yang berminat mendalami sastra. Dalam Taman Sastra Ahmad Tohari ini nantinya akan terdiri dari 3 bangunan dimana pada bagian inti terdapat ruang lobi, ruang pengendalian perpustakaan dan pada lantai dua akan terdapat ruang pameran atau museum yang menampilkan barang-barang yang menemani Ahmad Tohari dalam membuat karya.

"Pada bangunan pendukung nanti ada tempat dimana ada orang bisa berdiskusi tentang sastra, bagaimana merawat permainan tradisional tembang-tembang dolanan, sastra yang dilebarkan yang tidak naratif tapi bisa berupa nyanyian, berupa suluk, berupa mantera juga nilai-nilai sastra yang dilebarkan, juga bisa filsafat karena ada orang bilang sastra adalah filsafat dalam bentuk lain," ujarnya.

Liem Koeswintoro yang merupakan pemilik Agro Karang Panginyongan, pembangunan Taman Sastra Ahmad Tohari ini tidak lepas sebagai bentuk penghormatan dari seorang sahabat yang telah lama dikenalnya dengan berbagai karya-karyanya. Dia berharap dengan adanya Taman Sastra Ahmad Tohari yang ada di Agro Karang Panginyongan semakin menguatkan karakter panginyongan orang Banyumas yang mandiri dengan kebangkitan kebudayaan panginyongan.



"Kita wujudkan penghargaan dari Taman Sastra Ahmad Tohari sebagai penghargaan kita bahwa Banyumas mempunyai seorang tokoh nasional Ahmad Tohari, untuk itu kita bertekad mewujudkan cita-cita itu bersama," ujarnya singkat.

Sementara menurut sastrawan Ahmad Tohari mengatakan jika dirinya secara pribadi tidak pernah membayangkan jika apresiasi yang didapatkannya akan sangat luar biasa di usia ke 70 tahun. Bahkan dirinya sempat khawatir jika dengan penamaan dirinya pada Taman Sastra Ahmad Tohari, dirinya dianggap narsis, karena pada dasarnya, dia sangat anti narsisme.

Namun ketika terdapat fakta lain bahwa salah satu keprihatinan diriya dimana tingkat literasi masyarakat Indonesia masih sangat rendah, bahkan lebih rendah dari Vietnam. Maka ketika ada usaha yang berkaitan dengan literasi, dirinya akan selalu mendukung.

"Saya sangat prihatin dengan kondisi literasi di masyarakat kita, saya bermimpi dengan Taman Satra disini dan banyak yang berkunjung dapat menimbulkan kesadaran akan pentingnya literasi, itu alasan utama saya, bahwa sebetulnya saya orang yang tidak pernah berulang tahun, tidak pernah. Ulang tahun pertama saya pada usia yang ke 70 tahun ini, dan ketika itu diwujudkan buku ok, itu bagian dari literasi dan lagi-lagi literasi yang jadi kepriatinan saya," ujarnya.

Menurut dia, dalam Taman Satra Ahmad Tohari ini nantinya akan seperti perpustakaan. Namun lebih kepada perpustakaan digital, dimana semua akan diubah menjadi data digital yang bisa diakses di Taman Sastra dan tidak bisa diakses dari luar. Rencana tersebut juga telah mendapatkan dukungan dari Ketua Himpunan Sarjana Sastra Seluruh Indonesia Profesor Doktor Teguh Supriyanto.

"Dia sudah mengirimkan jaminan bahwa semua data menyangkut skripsi, tesis maupun disertasi atapun penelitian-penelitian mengenai karya saya bisa diakses secara digital ditempat ini kelak, kalau Taman Sastra ini sudah jadi," ucapnya.

Selain itu, nantinya dalam Taman Sastra tersebut juga akan terdapat benda-benda yang mendukung dirinya saat membuat karya, seperti meja, mesin ketik tua. Dia berharap, dengan benda-benda yang dia tampilkan seadanya itu saat membuat karya, dapat menginspirasi anak muda jika kondisi saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan dahulu, maka berkaryalah.



"Ketika saya menulis 'Ronggeng Dukuh Paruk' di kondisi meja sangat kecil, mesin ketik tua, lampu petromak yang panas itu, mudah-mudahan orang berfikir. Orang sambil duduk dikasur saja (sekarang) bisa menulis karya dengan laptop, mestinya bisa membandingkan mengapa saya tidak bisa lebih baik dari itu, karena peralatannya sekarang lebih mudah," tuturnya.

Dirinya menyampaikan dimana nantinya dalam Taman Satra Ahmad Tohari ini tidak hanya menampilkan karya satra milik dirinya semata. Namun semua karya sastrawan, budayawan anak Banyumas akan ditampilkan pada taman sastra tersebut. Dimana sastra Banyumas atau panginyongan mempunyai karakter kebudayaan yang berorientasi kebawah, terlihat dalam karya sastranya yang lebih berorientasi pada kesetaraan, egaliter, kerakyatan. Berbeda dengan kebudayaan Jawa Nagarigung yang orientasi kebudayaannya elitis.

"Nanti bisa dikumpulkan karya sastra anak Banyumas termasuk karya sastra dalam bahasa panginyongan ini ada Hari Soemoyo yang menulis 'Gegere Wong Dekep Macan' , Bambang Wadoro dengan puisi-pusi penginyongan. Mudah-mudakan bisa dikupulkan untuk mempertegas karakter sastra Banyumas, selain karya sastra nasional juga karya dalam bahasa panginyongan, tidak melulu dalam bahasa Indonesia juga dalam bahasa Jawa. Bahasa Banyumas kita hargai sebagai sastrawan karena mereka berkarya dan patut diberi tempat di Taman Sastra," ucapnya.

Saksikan juga video 'Mengenal Sastrawan Legendaris di Pameran':

[Gambas:Video 20detik]

(tia/doc)

Hide Ads