Di balik novel yang sukses terjual 10 ribu eksemplar di sistem pre order, Dee menceritakan mengenai riset yang terbilang panjang. Dia membutuhkan riset pustaka sampai mendatangi ke berbagai lokasi yang di dalam novel menjadi setting.
"Selesai Supernova 6, tema aroma seakan memanggil-manggil saya. Mulai empat tahun lalu saya terpikirkan tentang aroma dan memilih arkma yang bisa mengendalikan kehendak. Itu dasarnya yang berkembang menjadi cerita," tutur Dee saat media gathering di Le Seminyak, kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Rabu (14/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demi riset buku ke-12, Dee mengikuti kursus meracik parfum yang diselenggarakan Nose Who Knows di Singapura, afiliasi dari Cinquieme Sens Prancis. Lalu mendatangi TPA Bantar Gebang untuk mengetahui kehidupan pemulung, ke Gunung Lawu dan melakukan wawancara juru kunci serta meriset jalur tengah.
Dee tak lupa mendatangi Pabrik Mustika Ratu sebagai model perusahaan Kemara yang menjadi bagian cerita, ke peracik parfum artisan Indonesia Darwyn Tse, belajar bahasa Jawa Kuno dan epigrafi Majapahit ke Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, mendatangi kolektor anggrek Vincent Luhur sampai mewawancarai Ananda Mikola untuk kebutuhan cerita.
"Saya sendiri merasa harus ke Bantar Gebang dan merasakan langsung berada di timbunan gunung sampah. Di sana juga ada warung nasi yang berdiri di zona pembuangan, dan ternyata saya mendapatkan fakta kalau pemulung juga sangat disiplin makan pake sendok," lanjut Dee.
![]() |
"Ada buku teori wewangian yang menjelaskan tentang bau muntahan ikan paus yang sudah mengering tapi ternyata bermanfaat banget. Baunya amis banget, saya coba sendiri dan bisa mengikat not atas dan bisa jadi bahan utama untuk meracik parfum," tukasnya.
(tia/dar)