Tentang 'The Seen and Unseen' di Singapore International Film Festival 2017

Laporan dari Singapura

Tentang 'The Seen and Unseen' di Singapore International Film Festival 2017

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Minggu, 03 Des 2017 13:40 WIB
Gita Fara bersama Ayu Laksmi, produser dan pemain film 'The Seen and Unseen' di SGIFF 2017. Foto: Dyah P. Saraswati
Jakarta - Di Indonesia, mayoritas orang percaya tentang konsep sekala niskala, adanya kehidupan lain yang tidak terlihat, di luar segala sesuatu yang terlihat secara kasat mata. Konsep sekala niskala itu yang kemudian menjadi pola sebagian besar masyarakat Indonesia dalam menjalani hidup.

"Misalnya kita bikin selametan kalau bikin sesuatu," kata produser dari film 'The Seen and Unseen', Gita Fara, saat bertemu dengan detikHOT di kawasan Bencoolen, Singapura, baru-baru ini.

Konsep hidup tersebut yang diangkat oleh film 'The Seen and Unseen'. Film ini merupakan karya dari sutradara Kamila Andini yang sebelumnya juga menggarap film 'The Mirror Never Lies'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berlatar di Bali, 'The Seen and Unseen' bercerita tentang anak kembar di Bali -- kembar anak laki-laki dan perempuan disebut kembar buncing -- Tantra (Ida Bagus Putu Radithya Mahijasena) dan Tantri (Ni Kadek Thaly Titi Kasih). Tantra mengalami koma karena tumor di kepalanya, sang kembaran pun merindukan keberadaan abangnya. Setiap malam, di antara nyata dan tak nyata, dalam mimpinya, Tantri bermain bersama Tantra seolah-olah Tantra tidak pernah koma.

Secara garis besar, Gita Fara menyebutkan film ini bicara mengenai dualitas antara yang terlihat (sekala) dan yang tak terlihat (niskala) serta kompleksitas konsep tersebut terhadap anak kembar, yang di Indonesia, dipercaya memiliki ikatan batin satu sama lain. Selain itu, 'The Seen and Unseen' juga bercerita mengenai perjalanan Tantri menghadapi kerinduannya dengan abangnya.

"Kami sangat tertarik pada konsep hidup sekala niskala. Itu kepercayaan, dunia itu terdiri dari dua unsur gitu, dunia fisik dan dunia spiritual. Ketika kami membuat karya ini, kami refleksi pada diri kita juga sebagai manusia Indonesia itu sangat relate banget sama konsep itu karena memang kita tuh nggak hanya percaya sama apa yang kita lihat, kita juga percaya sama unsur-unsur spiritual," urainya.

Tentang 'The Seen and Unseen' di Singapore International Film Festival 2017Foto: The Seen and Unseen (instagram)


Bali dipilih sebagai latar tempat dimana cerita film ini berlangsung. Alasannya, menurut Gita Fara, Bali adalah tempat yang tepat dimana orang-orang di sana hidup secara holistik di mana masyarakatnya masih membakar sesajen dan berdoa serta masyarakatnya senangtiasa menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.

"Yang paling indah mereka juga menganggap bahwa berkesenian itu adalah bagian dari persembahan diri mereka untuk alam. Jadi kami merasa Bali itu ruang hidup yang sangat tepat untuk cerita yang kami develop ini," jelas Gita Fara.

Penyanyi dan aktris Ayu Laksmi turut berakting dalam film 'The Seen and Unseen'. Ia memerankan sosok Ibu dari Tantra dan Tantri.

Tentang 'The Seen and Unseen' di Singapore International Film Festival 2017Foto: The Seen and Unseen (instagram)


Gita Fara menyebutkan, pembuatan film tersebut sendiri memakan waktu lima tahun lamanya. Waktu sepanjang itu termasuk pembangunan ide cerita, riset, proses syuting, hingga residensi di Cannes yang dilakukan oleh Kamila Andini. Ia pun menyebutkan dirinya juga berkeliling ke berbagai project market untuk memperoleh pendanaan guna menggarap proyek ini.

Pekan ini, 'The Seen and Unseen' turut berlaga di Singapore International Film Festival (SGIFF) 2017. Tak hanya tayang di sana, film tersebut juga memperoleh nominasi di ajang Silver Screen Awards bersama dengan sejumlah film lainnya, yakni 'Shuttle Life' (Malaysia), 'Scary Mother' (Georgia, Estonia), 'Scaffolding' (Israel, Polandia), 'Malila: The Farewell Flower' (Thailand), 'The Great Buddha' (Taiwan), 'Dragonfly Eyes' (China), dan 'Dissapearance' (Iran, Qatar). (srs/kmb)

Hide Ads