Indah Tjahjawulan yang menyusun 'Manuskrip Sajak' ini mengatakan proses pengumpulan naskah sastawan kondang tersebut terbilang singkat.
"Saya dihubungi Pak Sapardi dan Bapak membawa manuskripnya saat ini. Dia bilang masih ada banyak, dari tahun 1958. Saat itu saya belum terpikir buat apa, tapi saya bilang ini harus didokumentasikan," ujar Indah Tjahjawulan, saat ditemui di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah proses pengumpulan, Indah Tjahjawulan pun menyeleksi naskah dan terkumpullah sebuah manuskrip. "Manuskrip ini penting untuk diketahui. Saya menganggap manuskrip seperti yang bapak gambar. Ini doodlingnya dari tulisan Bapak."
'Manuskrip Sajak' menjadi harta karun yang berharga. Dibagi per-periodisasi tahunan, naskah Sapardi itu sebelumnya dipamerkan di ajang Makassar International Writers Festival (MIWF) beberapa waktu lalu.
"Yang datang sangat senang apalagi ada tulisan Bapak yang direpro dengan kapur," tutur Indah.
![]() |
" Kita penulis harus msnghargai apa yang dikerjakan sehari-hari. Yang ditulis jangan dibiang. Lebih penting lagi kalai arsip diceritakan ke banyak orang. Cara saya ya menceritakannya lewat buku manuskrip," tutup Sapardi Djoko Damono.
'Manuskrip Sajak' Sapardi Djoko Damono baru akan tersedia di toko buku November mendatang. (tia/dar)