Pameran Arin Sunaryo akan mengeksplorasi hubungan antara bagaimana karya seni memberitahu tentang rasa, dan sebaliknya. Putra dari pemilik galeri Selasar Sunaryo itu mempertanyakan tentang pengalaman sensoris di dunia diterjemahkan ke dalam materi visual.
Melalui karya video, pahatan, dan lukisan, Sunaryo menyusun ulang dengan menggunakan metodologi material dan visual dari 'palet' yang ada di dalam karya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenangan dan pengalaman yang biasa seperti makan lemon, mengigit cabai, atau menghirup kopi pahit diterjemahkan ke dalam karya abstrak," tulis pernyataan ROH Projects seperti dalam keterangan yang dapat diterima, Rabu (19/7/2017).
Hasil yang tersaji adalah 'proprioseptif' atau yang berarti adalah karya yang mampu menarik perhatian pengunjung untuk membiarkan pengalaman estetika menggelitik selera pribadi. Arin Dwihartanto Sunaryo adalah salah satu seniman kenamaan Indonesia yang pernah bekerja di koleksi Museum Solomon R.Guggenheim.
Dia belajar seni rupa di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan mendapatkan gelar MFA dari Sekolah Tinggi Seni dan Desain Saint Martins, London. Dia pernah menggelar pameran di Silent Salvo, ARDNT Gallery, Berlin, Germany (2015); and Karat, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Indonesia (2015).
Serta pameran kolektif di Shared Co-ordinates, The Arts House, Singapore (2017); Lines of Flight, Gallery Exit, Hong Kong (2016); Prudential Eye Zone, ArtScience Museum, Singapore (2015); Mooi Indie, Samstag Museum, Adelaide, Australia (2014); and No Country: Contemporary Art for South and Southeast Asia, Solomon R. Guggenheim Museum, New York (2013).