Menurut salah seorang kurator pameran 'Hidup Mengalun Dendang' yang digelar di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) pada Juni lalu, Ipong Purnama, ada beberapa faktor.
"Yang pertama itu jelas dari sisi kualitas lukisan Pak Djon. Tema yang selalu dilukiskan Pak Djon juga tidak menonton, menarik, dan selalu berbeda dari lukisan-lukisan sebelumnya," tutur Ipong Purnama ketika dihubungi detikHOT, Jumat (14/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Lukisan-lukisan Termahal di Indonesia |
S.Sudjojono Center pun memberikan pendapat alasan lukisan S.Sudjojono digemari kolektor sampai mencapai rekor termahal. Menurut pernyataan mereka, dalam setiap lukisan dari pria yang akrab disapa Pak Djon terdapat kualitas dan bobot seni. Kedua, S.Sudjojono selalu menciptakan sketsa sebelum melukis.
![]() |
"Bobot S.Sudjojono sebagai tonggak sejarah seni lukis modern Indonesia. Pemikiran-pemikiran beliau diakui one step ahead dari yang lain maka dianggap lahir lebih cepat dari zamannya," tulis pernyataan S.Sudjojono Center.
Sebagian besar dalam karya-karya S.Sudjojono terdapat pesan di dalamnya. Sehingga muncul rasa greget dan jiwa ketok. Pesannya banyak dalam bentuk parodi yang lucu dan pas sebagai kritik sosial di zaman itu. Misalnya saja dalam lukisan 'Rontok, 'Sejuta Bintang', 'Kepala Gombal', 'Tante Sun', 'Sippp Dalam Segala Cuaca' Cap Gomeh', dan lain-lain.
Simak artikel berikutnya!
(tia/nu2)