Hal tersebut dikatakan oleh kritikus sekaligus kurator Jim Supangkat saat malam pembukaan pameran 'Persembahan: Haryadi Suadi (1938-2016) - Radi Arwinda dan Risa Astrini'. "Haryadi Suadi adalah seniman besar dan berpengaruh ke perkembangan seni rupa Indonesia termasuk angkatan pertama seni grafis ITB Bandung," ungkapnya, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (31/3/2016) malam.
Simak: Pameran Pendiri Studio Seni Grafis ITB Haryadi Suadi Resmi Dibuka
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak 1963, Yadi sudah mengerjakan karikatur yang pada awalnya dikerjakan untuk mengisi papan-papan pengumuman di kampusnya. Masa kuliahnya diwarnai oleh aktor teater dan karikaturis, namun setelah lulus dari FSRD ITB di tahun 1969, ia fokus menjadi seorang perupa, karikaturis, dan pengajar.
"Banyak yang bilang, ia menjadi orang yang rendah diri maka tidak muncul ke permukaan. Seperti para pelukis yang harganya bisa mahal di pasaran. Tapi, saya kira Yadi telah menjadi bagian dari sejarah karena ia tidak overlook dan masuk menjadi bagian penting pendidikan seni rupa," pungkas Jim.
Jim kembali mengungkapkan sekitar tahun 1989 di Fukuoka, Jepang, karya Asiatik sedang gencar-gencarnya dipamerkan. Gaya naratif dan simbolik yang digunakannya semacam itu. Kenapa tidak ada yang menyodorkan kepada kurator Jepang," ujar Jim kepada pengunjung yang mayoritas berasal dari mahasiswa seni dan masyarakat umum.
"Apa yang dilakukan oleh Haryadi itulah yang dicari oleh kurator Fukuoka dan kecendrungan seni di masa itu. Simbol-simbol yang dimainkan Haryadi, dari Jepang ke India dimainkannya. Haryadi telah menjadi budaya, bukan lagi individu sebagai seniman," pungkasnya.
Pameran tunggal dan besar-besaran dari Haryadi Suadi yang tutup usia pada Januari 2016 silam itu masih berlangsung di Gedung A, Galeri Nasional Indonesia, sampai 10 April mendatang.Β
(tia/mmu)