Dari awal pertunjukan dimulai, hanya ada satu set panggung bulat dengan bentuk memutar dan sebuah pintu sebagai simbol ruangan di rumah. Di belakang panggung bulat, ada dekorasi wayang berbentuk raksasa. Kesan yang ingin ditimbulkan Teater Koma kali ini memang ingin menunjukkan unsur pewayangan.
Hal ini diakui oleh sutradara sekaligus pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno usai gladi resik di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta Pusat. " Iya, Pak Taufan (bagian artistik) memang membuatnya jadi sederhana atau minimalis dan seperti yang saya inginkan. Karena memang adaptasi naskah Nikolai Gogol juga seperti itu," katanya kepada detikHOT, Kamis (5/11/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, di balik itu semua konsep tersebut, kata Nano, merupakan artistik yang biasa dipakai oleh kelompok Sandiwara Cirebon. Sebuah panggung sederhana dengan pemusik ada di bagian belakang panggung. Tapi para pemusik tersebut memang sengaja 'tersembunyi' dari bangku penonton.
"Nah, ini yang unik dari kami dan konsep baru yang dipakai di produksi Teater Koma. Pemusiknya ngumpet dan cuma diterangi pake lampu neon. Kelihatan remang-remang tapi ya tempat bersembunyinya begitulah khas Sandiwara Cirebon," bebernya Nano terkekeh.
Produksi yang didukung oleh Djarum Apresiasi Budaya menyadur dari naskah teater kkasik Rusia berjudul 'Revizor' karya Nikolai Gogol. Mengisahkan tentang peperangan yang terjadi di negeri Astina dan Amarta yang mengakibatkan ibukota mengirimkan seorang 'Inspektur Jenderal'. Pentas ini dibuka untuk publik malam ini sampai 15 November mendatang!
(tia/dal)