"Bila chaos dipandang sebagai negative chaos, ia tidak akan dipandang sebagai peluang kemajuan, dialektika kultural, peningkatan etos kerja, dan kreativitas," katanya.
Menurutnya, chaos bisa menjadi peluang masa depan bila mengubah pandangan dunia dari negative chaos ke positive chaos. "Pertemuan antara seniman Indonesia dan Nigeria adalah terobosan kreatif," lanjutnya dalam keterangan pers yang diterima detikHOT, Senin (2/11/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pembukaan, Direktur Biennale Jogja XIII Alia Swastika mengatakan festival dua tahunan yang bersandar pada tema 'Equator' adalah siasat untuk membaca peta sejarah hubungan Indonesia dengan negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Eksibisi ini dikuratori oleh Wok The Rock dan Jude Anogwih. "Saya mengarusutamakan kolaborasi dengan metode bekerja. Dengan cara itu, pameran yang bersifat semi terbuka dalam bentuk ruang aktivias. Ruang itu diciptakan partisipan secara bersama-sama," ungkap Wok the Rock.
Biennale Jogja XIII diikuti oleh 34 seniman dan komunitas seni dari dua negara, termasuk 11 seniman Nigeria yang berpartisipasi. Tak hanya seniman visual, tapi Biennale Jogja XIII juga menampilkan pelaku teater, musisi, editor buku, praktisi iklan dan penari.
Jogja National Museum menyediakan tiga venue utama pagelaran, mulai dari 1 November sampai 40 hari ke depan yakni 10 Desember 2015. Ketiga tempat tersebut adalah Pendopo Ajiyasa, Plaza JNM, dan Plaza Kriya. Jangan sampai ketinggalan keseruan Jogja Biennale XIII!
(tia/tia)