Panggung dibuka pada pukul 11.45 waktu setempat. Grup Barong Banyuwangi langsung membetot perhatian orang-orang yang sedang duduk-duduk menikmati aneka makanan dan minuman. Sebuah topeng barong yang dimainkan oleh dua orang muncul dari balik panggung, diikuti oleh dua sosok berpenampakan burung.
Diiringi alunan seperangkat gamelan, tiga sosok makhluk aneh tersebut berjalan di tepi sungai dan menyeruak ke tengah-tengah kerumunan pengunjung. Setelah itu, disambung dengan tari gandrung yang berasal dari daerah yang sama, kali ini dimulai dari atas panggung, baru kemudian turun ke tengah-tengah penonton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Malamnya, suasana pun berganti. Musik jazz menggema dari panggung Indonesia oleh permainan Dwiki Dharmawan. Pengunjung Museumsuferfest semakin padat memenuhi setiap sisi sungai, dan panggung Indonesia pun semakin menarik perhatian. Para pengunjung yang tak asing dengan musik jazz tampak begitu menikmati komposisi-komposisi yang dimainkan Dwiki.
Kali ini, Dwiki mengajak teman-teman musisi dari berbagai negara. Salah satunya seorang gitaris fusion asal Yordania, Kamal Musallam. Selain memainkan komposisi-komposisi tanpa vokal, Dwiki juga mengajak Dira Sugandi untuk berkolaborasi pada lagu ‘Arafura’ dan sebuah lagu dari daerah Flores.
Dwiki yang selalu tampil rapi dengan kemeja berlapis jazz, di atas panggung menjelma energi musikal yang sering tak terduga. Ketika mengiringi Dira Sugandi, keyboard yang dimakinkannya tiba-tiba berdialog dengan vokal penyanyi bersuara melengking tersebut.
Tak hanya itu, pada bagian akhir pertunjukan, Dwiki tiba-tiba menghilang dari atas panggung, dan muncul dengan mengendong keyboard merah mungilnya di tengah-tengah penonton. Penampilan Dwiki dan kawan-kawannya tak pelak mendapatkan sambutan dan apresiasi yang luar biasa dari penonton yang duduk rapi lesehan di lantai.
Musik jazz yang antara lain berkisah tentang keindahan bumi Flores, dan berbagai budayanya yang kontroversial seperti tradisi pembunuhan paus di Lamalera, malam itu menggema di sepanjang Sungai Main, Frankfurt, di bawah rembulan yang tengah bulat penuh. Sementara, di seberang sana, di sisi yang lain, musik “ajep-ajep” bertalu-talu, terbawa angin sampai jauh.
(mmu/nu2)