Namun, bagi Jeroen Hermkens, warga negara Belanda, kerumunan bajaj di luar Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat, merupakan pemandangan menarik. Apalagi saat itu hujan lebat, air got meluap, dan orang berlalu lalang dengan payung terkembang.
Maka dia buat sketsa untuk kemudian dibuat litografi (mencetak di atas bidang halus) Bajaj serta lukisan Bajaj I dan Bajaj II. Dari tiga karya pada 2014 itu, kita dapat menangkap nuansa lain dari kendaraan beroda tiga ini di belantara kota yang biasa diidentikkan dengan panas, macet, dan berpolusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kalau Jakarta hangat, lembap, dan ‘manis’,” ujar Hermkens dalam pembukaan pameran, Sabtu, 17 Januari 2015. Dari sana dia membuat sketsa yang belum pernah dibuat sebelumnya.
Sketsa-sketsa itu kemudian dia bawa ke studionya di Utrecht, lalu, tanpa mengubah komposisi, ditambahi warna. Sketsa-sketsanya berciri khas distorsi, yakni gedung-gedungnya miring, kabel listriknya dominan, atau tangganya tak berujung, seperti karyanya berjudul Rotterdam (2009), yang gedung-gedungnya miring dan satu gedung utama makin ke atas makin besar.
Berita selengkapnya dimuat di Majalah Detik edisi 165 pekan terakhir Januari 2015.
(tia/tia)