The Diplomat terdengar berat karena memang apa yang ditawarkan berat. Tapi kalau Anda berkenan mencicipi episode pertamanya saja, Anda akan tahu bahwa serial ini (labelnya limited series tapi saya tidak percaya) mempunyai sisi receh yang tidak Anda kira. Kemampuan kreatornya, Debora Cahn, untuk menyeimbangkan konflik berat dan receh itulah yang akhirnya menjadikan The Diplomat sebuah kejutan yang menyenangkan.
Dalam The Diplomat Keri Russell berperan sebagai Kate Wyler, seorang duta besar yang sekarang dikirim pemerintah untuk mewakili negara di Inggris. Setelah sebuah serangan dari entah negara mana ke kapal perang Inggris, Amerika sebagai sekutu harus menenangkan Inggris dan Kate mempunyai pengalaman yang lebih dari cukup untuk mengatasi ini. Tapi bisakah ia melakukan ini?
Masalah utamanya bukan dari Kate-nya atau bahkan dari pemerintah Inggris meskipun perdana menteri Inggris, Nicol Trowbridge (Rory Kinnear), lumayan menyebalkan dan menyusahkan tugas Kate. Bukan, masalah terbesar Kate datang dari orang yang ada disampingnya, Hal (Rufus Sewell). Hal, yang juga seorang ambassador, gemar melakukan hal-hal di belakang Kate yang motivasinya selalu dipertanyakan. Apakah Hal mendukung istrinya? Atau diam-diam dia mau mencuri spotlight? Kate pun tidak tahu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kalau Anda menonton The Americans (atau bahkan Felicity), Anda pasti tahu betapa luar biasa kemampuan Keri Russell dalam berakting. The Diplomat mungkin tidak seberat materi yang ada dalam The Americans tapi Russell tidak kalah bersinar dalam serial ini. Malah mungkin ia lebih terlihat lebih sensasional di sini. Keri Russell tidak hanya tahu bagaimana cara memposisikan dirinya ketika The Diplomat bermain-main ke genre lain, tapi ia juga membuat para pemainnya bersinar. Ia mempunyai chemistry yang baik dengan semua aktor sehingga sangat mudah bagi penonton untuk percaya 100% dengan apapun yang karakternya alami.
Baca juga: Review Ghosted: Hiburan Ala Kadarnya |
Keri Russell tahu bagaimana cara membuat The Diplomat lebih dari sekedar serial tentang birokrasi. Ia mengucapkan kata makian dengan penuh penghayatan. Bisikan-bisikannya terasa sekali urgensinya. Ketika ia mengatakan bahwa ia muak difoto, meskipun ia tahu ini adalah bagian dari pekerjaannya, saya percaya 100%. Lebih dari itu, chemistrynya dengan Rufus Sewell dan David Gyasi (berperan sebagai Austin Dennison) menjadikan The Diplomat lebih seksi dari serial sejenis.
Dengan resume seperti The West Wing, Grey's Anatomy dan tentu saja Homeland, Debora Cahn sungguh ahli dalam merangkai adegan-adegan yang di dunia nyata akan kelihatan membosankan tapi di serial ini terasa sinematik dan menegangkan. Seperti halnya Homeland, setiap bisikan, setiap obrolan bukan hanya sekedar informasi tapi juga petunjuk. Kalau Anda tidak peduli dengan intrik politiknya, drama rumah tangga antara Hal dan Kate lebih dari cukup untuk membuat Anda betah. Pertanyaan seperti, apa bisa dikatakan selingkuh kalau Kate main-main dengan orang lain kalau rumah tangganya mau buyar? Atau, seberapa tipis batas antara butuh dan cinta? Hubungan Kate dan Hal yang kompleks adalah magnet The Diplomat.
Ada sebuah kenikmatan yang tak terhingga ketika saya menonton sesuatu yang tahu jelas dia mau jadi apa. The Diplomat mungkin tidak menggambarkan profesi-profesi yang dalam serial ini dengan realistis tapi setidaknya ia tidak pernah sekali pun menjadi membosankan. Menggabungkan drama spionase, thriller politik dengan kerecehan drama rumah tangga ternyata menjadikan The Diplomat salah satu tontonan terbaik tahun ini. Percayalah, menonton karakter-karakter yang sungguh kompeten dalam melakukan pekerjaannya ternyata memberikan pengalaman menonton yang sungguh gurih.
The Diplomat dapat disaksikan di Netflix.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(dal/dal)