Film adalah sumber informasi paling menghibur. Sebelum menonton Hero, film musikal karya sutradara Ode To My Father, Yoon Je-kyoon, saya sama sekali tidak tahu tentang perjuangan orang Korea mencapai kemerdekaan. Setelah menonton Hero (yang diadaptasi dari stage musical berjudul sama) saya jadi ingin tahu lebih banyak tentang perjuangan An Jung-geun (Jung Sung-hwa) memperjuangkan kemerdekaan Korea.
Plot Hero sebenarnya sangat sederhana. Mengambil setting tahun 1909, film ini mengajak penonton untuk melihat bagaimana tokoh utamanya berusaha untuk membunuh perdana menteri Jepang pertama, Ito Hirobumi (Kim Sung-rak), yang mempunyai rencana buruk terhadap masa depan Korea. Misi An Jung-geun ini tidak mudah. Ia dibantu oleh beberapa teman sesama pemberontak untuk melakukan rencana ini.
Sementara itu, di dalam istana Jepang, Seol-hee (Kim Go-eun, kedapatan memerankan karakter fiksi) tercabik-cabik hatinya. Ia harus berpura-pura untuk menjadi pelayan Hirobumi yang setia. Di satu sisi, ia menyaksikan saudari-saudarinya menderita. Menjadi mata-mata, Seol-hee mengorbankan keselamatan demi kesejahteraan bangsanya.
Menyaksikan Hero, saya jadi mengerti kenapa distributornya memutuskan untuk menahan film ini sampai hampir tiga tahun (Hero harusnya dirilis pada tahun 2020). Seperti kebanyakan film musikal, Hero sangat megah, grande baik dari segi penceritaan maupun dari segi visual. Tidak ada satu pun adegan sederhana di film ini. Dalam segi storytelling, Hero memang cukup simple. Tapi secara presentasi, film ini jauh dari kata sederhana.
Sebagai film musikal, Hero berhasil memindahkan panggung ke layar dengan percaya diri. Adegan-adegan yang muncul nampak gagah perkasa. Semua blocking dipikirkan dengan matang. Adegan perang, meskipun muncul tidak lebih dari 15 menit, dipresentasikan dengan begitu menakjubkan. Gerakan kameranya sangat efektif, meskipun tidak begitu banyak gaya. Hal yang sama juga diterapkan di adegan yang relatif sederhana. Makan bareng di meja bundar jadi tetap terasa sinematik dan grande.
Untuk ukuran film musikal original pertama Korea, Hero lebih dari kompeten untuk bertanding dengan produk Hollywood. Semua adegan musikalnya, bahkan yang paling minor sekalipun, luar biasa mengharu biru. Dari awal film dibuka dengan An Jung-geun bernyanyi di tengah salju, saya sudah menangkap betapa besarnya scope film ini. Salah satu highlight di film ini adalah ketika An Jung-geun bernyanyi bersama rakyat, beramai-ramai untuk melaksanakan tugas mustahilnya. Jung Sung-hwa tidak hanya memiliki suara yang dahsyat, tapi ia juga memiliki kemampuan akting yang sangat baik sehingga sangat mudah bagi saya untuk terlibat dalam perjuangannya.
Kejutan paling besar mungkin justru datang dari Kim Go-eun. Sebelum ini, saya hanya menyaksikan penampilannya lewat Yumi's Cells dan Little Women. Dua drama Korea tersebut memang lumayan menunjukkan range Kim Go-eun sebagai aktor, tapi dalam Hero, ia pamer hal yang luar biasa. Tidak hanya suaranya sangat indah, emosi Kim Go-eun tidak pernah luntur. Semua adegan musikalnya menjadi nomor yang dahsyat. Visual yang diberikan oleh sutradara Yoon Je-kyoon memang membantu untuk membuat adegan musikal Kim Go-eun jadi keren tapi dari segi akting, Go-eun selalu berhasil men-deliver maksud lagunya. Bahkan dengan jurang perbedaan bahasa, saya sebagai penonton tetap selalu bisa merasakan emosinya.
Hero memang bukan film yang sempurna. Ada beberapa bagian dalam film ini yang akan lebih baik kalau misalnya nomor musikalnya dihilangkan saja, karena mengganggu emosi filmnya. Konklusinya juga kepanjangan, meskipun saya paham kenapa rasanya sengaja seperti diulur-ulur. Tapi sebagai sebuah entertainment, Hero tetap menawarkan sebuah pengalaman sinematik yang mendebarkan. Jangan heran kalau sepulang Anda menonton film ini, Anda akan mencari-cari lagu yang ada di filmnya. Musiknya memang secandu itu!
Hero dapat disaksikan di CGV, Flix, Cinepolis, dan jaringan bioskop lainnya.
Simak Video "Aktor 'Vincenzo' Na Chul Meninggal Dunia"
[Gambas:Video 20detik]
(mau/mau)