Dibuka dengan opening yang lumayan spektakuler, Doctor Strange In The Multiverse of Madness memberikan ilusi bahwa film ini akan melaju seperti kereta cepat tanpa pemberhentian. Strange (Benedict Cumberbatch) bermimpi bertemu dengan seorang gadis misterius yang sedang ia coba selamatkan namanya.
Dalam proses menyelamatkan si gadis, Strange meninggal dunia dan dia terbangun dengan peluh membasahi tubuhnya. Betapa menggelegar, betapa efektif. Sayang sekali tempo keseluruhan film tidak bermain semeyakinkan pembukaannya.
Setelah Strange bertemu dengan sosok yang pernah penting dalam hidupnya, waktu senggangnya sekali lagi diganggu oleh makhluk misterius yang mengacak-ngacak jalanan. Wong (Benedict Wong) bahkan hadir untuk membantu Strange menyelesaikan masalah ini. Di tengah kehebohan ini Strange kemudian bertemu dengan seorang gadis bernama America Chavez (Xochitl Gomez) yang menjadi pemeran utama mimpinya semalam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rupanya si gadis dikejar-kejar monster karena dia memiliki kemampuan yang istimewa: dia bisa loncat dari antar multiverse dan seseorang sedang menginginkan kemampuannya. Selidik punya selidik ternyata monster yang mengejar Chavez datangnya dari sihir gelap. Dan Strange tahu satu orang yang punya pengalaman mengenai ini.
![]() |
Datanglah ia ke Wanda (Elizabeth Olsen) untuk meminta saran. Keputusan Strange ini akhirnya membuat hidupnya yang tadi tenang menjadi kembali berantakan.
Doctor Strange In The Multiverse of Madness mungkin bukan sekuel pertama yang dibuat oleh Marvel tapi bisa jadi ia adalah film pertama dalam Marvel Cinematic Universe (MCU) yang punya hubungan langsung dengan produk TV-nya. Berbeda dengan film-film sebelumnya dimana penonton hanya diharapkan menonton semua rilisan MCU untuk bisa paham konteks cerita lebih dalam, Anda harus menonton WandaVision dulu (dan juga beberapa episode What If) untuk bisa melihat film ini dengan frame yang besar.
Dilihat dari segi bisnis ini adalah keputusan terbaik. MCU sudah bisa memastikan bahwa dia adalah pemimpin. Dari segi penceritaan, ini adalah sebuah beban bagi penonton. Tapi semua 'PR' itu bisa dilupakan kalau hasil akhirnya adalah sebuah pengalaman sinematik yang menyenangkan. Sayangnya plot film ini seperti terdiri set pieces megah dan fan service.
Kalau Anda mencari momen tenang dimana karakter-karakternya terlihat tiga-dimensional (seperti Black Panther) atau momen-momen yang grounded (seperti dua jilid Guardians of the Galaxy), Anda siap-siap kecewa. Semua karakternya berdialog hanya untuk mengucapkan eksposisi. Strange seperti ganti kepribadian di sini.
Kalau di film pertamanya dia seperti sedang cosplay Tony Stark (sama-sama jenius, sama-sama orang kaya, sama-sama sarkas), di film ini Strange seperti baru saja meditasi. Chavez yang menjadi katalis di film ini bahkan sama sekali tidak ada kesempatan untuk memberi tahu siapa dia kecuali kemampuan supernya. Kehadirannya benar-benar terasa hanya untuk membuat Strange bertualang, tidak lebih. Lalu kemudian ada Wanda.
(Awas spoiler!)
Salah satu kenikmatan paling paripurna dalam menonton Doctor Strange In The Multiverse of Madness adalah menyaksikan bahwa ternyata (mini spoiler) Wanda/Scarlet Witch adalah musuh utama Strange. Ternyata ending WandaVision di mana ia membaca Darkhold bukan sekedar tempelan. Di dalam film ini Wanda menjadi jahat dan ingin menguasai kemampuan untuk menguasai seluruh semesta adalah untuk bisa hadir dalam kehidupan dua anaknya.
Semua ini make sense kalau saja keputusan tersebut tidak mengotori akhir WandaVision. Dengan membuat Wanda tidak move on dari sosok anak-anak (yang merupakan ciptaan dia sendiri), ini membuat ending WandaVision menjadi tidak berguna. Buat apa dia mengakhiri magisnya di Westview dan sadar diri kalau semua yang ia lakukan salah kalau dia kembali melakukan hal yang jahat di film ini? Sama sekali tidak make sense.
Untungnya skrip yang lemah tersebut diterjemahkan dengan asyik oleh Sam Raimi. Kalau Anda butuh bukti sejenius apa Kevin Feige, pemilihan Sam Raimi ini adalah salah satu buktinya. Feige sadar benar materi yang sedang ia buat untuk film ini dan dia tahu bahwa konten yang ada di dalamnya akan 'bernyanyi' kalau yang memegang materi tersebut adalah Sam Raimi. Hasilnya adalah sebuah entry MCU yang sangat unik meskipun Anda bisa melihat tanda tangan Marvel di setiap menitnya.
Dengan style yang sangat khas, Raimi mengubah Doctor Strange In The Multiverse of Madness menjadi lebih liar dari film pertamanya. Gerakan kamera sinematografer John Mathieson meliuk-liuk liar. Tidak berhenti di sana, Raimi tidak pernah takut-takut untuk menempatkan kamera di depan wajah aktor sehingga penonton bisa melihat langsung reaksi si karakter ketika mereka sedang menghadapi masalah. Dan tentu saja, sebagai sutradara yang melejit lewat film horor, Raimi membumbui film ini dengan elemen horor yang sangat kuat.
![]() |
Sebagai sebuah franchise yang selalu bermain aman, saya lumayan terkejut bahwa Feige membiarkan Raimi untuk membuat adegan-adegan yang menyeramkan. Banyak sekali jumpscare dalam Doctor Strange In The Multiverse of Madness yang akan membuat beberapa film horor malu sendiri.
Setelah paruh pertama film ini menghabiskan waktu dengan eksposisi dan kisah cinta yang tak perlu, Raimi benar-benar menekan pedal gas di paruh kedua. Anda tidak akan menyaksikan adegan pertarungan antar superhero yang lumayan mengejutkan (karena berakhir dengan kematian yang terlihat di layar) tapi bersiaplah untuk melihat bagaimana Wanda dibuat seperti hantu oleh Raimi. Adegan kejar-kejaran Wanda dengan Strange di paruh kedua adalah salah satu momen terbaik Doctor Strange In The Multiverse of Madness karena tidak hanya adegan tersebut sangat liar, tapi ini pertama kalinya penonton diberikan visual yang sangat jelas betapa tidak terkontrolnya Wanda.
Keputusan Raimi untuk membuat Wanda terlihat seperti Carrie, kreasi gila Stephen King, juga membuat adegan tersebut semakin cantik. Tentu saja, segila-gilanya Raimi, dia masih punya pagar. Dan bagaimana pun juga dia bermain dalam mesin raksasa bernama Marvel. Mau tidak mau dia harus mengikuti semua formula Marvel, lengkap dengan kehadiran pahlawan-pahlawan lain yang akan membuat fans Marvel teriak-teriak bahagia dan akhir film yang selesai terlalu tiba-tiba.
Tapi setidaknya, Raimi sudah diberikan kesempatan untuk menghadirkan dunia yang agak sedikit berbeda. Dan itu lebih dari cukup untuk membuat Doctor Strange In The Multiverse of Madness menjadi film MCU yang wajib disimak.
Doctor Strange In The Multiverse of Madness dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(dal/dal)