Edwin Chu (Collin Chou), ayah Ellie, adalah orang yang cerdas tapi kerjanya "hanya" menjadi signalman untuk kereta. Kerjaannya adalah menonton film klasik. Istrinya sudah tiada. Edwin selalu percaya bahwa dalam setiap cerita ada bagian terbaik. Itulah sebabnya Ellie bingung karena ayahnya merasa bahwa ending film klasik Casablanca katanya adalah bagian terbaik dari film tersebut.
Dalam perjalanan pulang dengan sepedanya (dan seperti biasanya menghiraukan kalimat-kalimat rasis yang dilontarkan oleh teman-teman sekolahnya), Ellie didatangi oleh seorang teman sekolahnya yang bernama Paul (Daniel Diemer). Daniel yang merupakan seorang atlit sekolah sedang jatuh cinta dengan Aster (Alexxis Lemire), teman sekolah mereka yang kebetulan ada di sekolah yang sama. Daniel yang merasa bahwa dirinya adalah seseorang yang bodoh, meminta Ellie untuk membuatkan surat cinta kepada Aster. Ellie menolak.
Tapi kemudian Ellie mendapatkan telpon bahwa sebentar lagi listriknya akan diputus kalau dia tidak membayar tagihan. Ellie pun terpaksa menerima tawaran Paul untuk membuat surat cinta kepada Aster. Yang Paul tidak tahu adalah Ellie sebenarnya memang sudah mempunyai perasaan terhadap Aster. Dan tentu saja hanya menunggu waktu sebelum semua kebohongan ini terbongkar.
Meskipun premis dari The Half Of It terasa sangat familiar (terutama bagi Anda pecinta genre romantic comedy atau film remaja), Wu sebagai penulis sengaja untuk menciptakan berbagai macam trik untuk membuatnya terasa baru dan berbeda. Setelah 30 menit mungkin penonton akan tersadar bahwa The Half Of It lebih pantas disebut sebuah film tentang persahabatan daripada soal percintaan. Mungkin itu sebabnya Wu memasukkan statement ayah Ellie bahwa akhir film Casablanca adalah bagian terbaik.
Tapi tetap saja, bagian yang menarik dari film ini adalah bagaimana ia menggambarkan sebuah hubungan antar remaja. Penggambaran romansa orang-orang LGBTQ di film remaja memang bukan hal yang baru meskipun jumlahnya masih bisa dihitung. Dibandingkan dengan Love, Simon yang masih berbau komersial atau Call Me By Your Name yang pure arthouse, The Half Of It sepertinya mengambil jalan tengahnya. Anda tetap bisa melihat formulanya yang sangat Hollywood tapi Wu sengaja membuatnya dengan ketulusan yang amat sangat.
Dalam The Half Of It, perasaan cinta atau mengagumi seseorang digambarkan dengan begitu lembut. Ditambah lagi dengan narasi Ellie yang begitu puitis, mencintai seseorang atau lebih tepatnya mengobservasi seseorang terasa jauh lebih dalam dan jauh lebih kompleks dari sekedar film remaja biasa. Kelembutan Wu dalam bertutur kemudian menjadi semakin ciamik ketika Wu memadukannya dengan topik lain seperti agama dan tentu saja ras. Lihat bagaimana Wu menempatkan adegan klimaksnya di dalam gereja atau bagaimana ketika karakter-karakternya berada dalam situasi yang sangat intim. Alih-alih menyaksikan remaja berciuman atau bercumbu seperti kebanyakan film sejenis, Wu malah menunjukkan bahwa intimasi sesungguhnya adalah melalui saling tukar percakapan. Saling jujur dan terbuka.
Kalau saja paruh kedua The Half Of It bisa menyamai kejeniusan paruh pertama filmnya, film ini akan menjadi sebuah masterpiece baru. Sayangnya keluwesan Wu dalam bercerita agak terengah-engah di bagian kedua. Seakan-akan dia sudah kehabisan trik untuk menunjukkan bahwa film ini lebih dari sekedar film remaja dengan unsur LGBTQ.
Momen terbaik dalam The Half Of It justru ketika Ellie dan Paul menghabiskan waktu bersama-sama. Ketika mereka sedang brainstrom bersama adalah saat-saat dimana The Half Of It terasa begitu menyenangkan untuk ditonton. Dari segi akting, Leah Lewis dan Daniel Diemer mempunyai chemistry yang sangat baik. Lewis tahu bagaimana cara menunjukkan rasa sayang dan mengagumi hanya dari tatapan mata. Diemer tahu bahwa karakter Paul seperti bawang yang mempunyai lapisan demi lapisan.
Didukung dengan editing yang mantap dan warna-warna yang menentramkan, The Half Of It adalah tontonan asyik yang bisa Anda tonton di rumah. Mau dimana pun setting ceritanya, menjadi kesepian di tengah keramaian adalah sesuatu yang kita semua pahami. Dan Wu paham akan hal tersebut.
The Half Of It dapat disaksikan di Netflix
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(tia/tia)