Keenam anak yatim piatu tersebut, Janice (Talitha Bateman), Linda (Lulu Wilson), Nancy (Philippa Coulthard), Carol (Grace Fulton), Tierney (Lou Lou Safran) dan Kate (Tayler Buck), merasa begitu senang bisa tinggal di rumah Keluarga Mullins yang besar.
Samuel Mullins bahkan menyediakan lift kepada Janice yang kakinya terkena polio. Semua kebaikan ini membuat Suster Charlott (Stephanie Sigman) ikut-ikutan bahagia. Tapi tentu saja kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada sosok yang mengikutinya dan dia akhirnya berada di kamar Annabelle yang katanya selalu terkunci itu. Keanehan demi keanehan terus bermunculan. Janice dan Linda mulai menyaksikan hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.
Satu per satu dari mereka mulai melihat hal-hal buruk yang terjadi di sekitar mereka. Dan boneka kayu itu selalu ada di dekat mereka setiap kali hal-hal menyeramkan terjadi. Lambat laun Suster Charlott ikut tersadar, rumah itu penuh misteri, membahayakan nyawa mereka.
Yang paling penting sekarang adalah bagaimana caranya mereka bisa melarikan diri dari cengkeraman roh jahat. Roh jahat, pengancam hidup yang tinggal di dalam boneka kayu tersebut.
Jangan remehkan kemampuan boneka berhantu bernama Annabelle. Setelah tampil sekilas dalam The Conjuring karya James Wan, Annabelle mendapatkan panggung sendiri dalam film solo-nya yang berjudul sama pada tahun 2014.
Walaupun respons kritikus tidak sehangat The Conjuring, film tersebut berhasil meraih US$ 256 juta dari peredarannya di seluruh dunia dengan bujet produksi sebesar US$ 6.5 juta. Lampu hijau untuk lanjutan Annabelle segera dinyalakan.
Annabelle Creation rupanya bukanlah lanjutan dari versi 2014 tersebut. Alih-alih melanjutkan teror di film sebelumnya, Annabelle Creation lebih tertarik untuk menggali latar belakang boneka dari neraka tersebut.
Ditulis Gary Dauberman, film ini dengan mantap menjelaskan tentang rahasia di balik boneka laknat tersebut. Dauberman menulis skrip dengan cukup fokus dan tidak bertele-tele.
Menggunakan sudut pandang anak-anak yatim piatu yang kini tinggal di kediaman Mullins, Dauberman mengajak penonton untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan boneka tersebut.
Naskah Dauberman memang jauh dari kata original. Tapi hal tersebut tidak lantas membuat Annabelle Creation menjadi loyo. Malah, film ini jauh lebih superior dari film sebelumnya, Annabelle yang dirilis 2014.
Hal ini dikarenakan sang sutradara, David F. Sandberg, tahu bagaimana mengontrol tensi ke level maksimal. Setelah debut yang cukup menjanjikan lewat Lights Out, Sandberg semakin memantapkan keahliannya menakut-nakuti penonton dalam Annabelle Creation.
Film ini mencekam dengan visualnya yang gelap dan warna yang pucat. Kehadiran warna yang mencolok, seperti darah, akhirnya menjadi spesial ketika kengerian hadir semakin lama semakin intens. Seperti halnya Lights Out, Sandberg gemar bermain-main dengan cahaya.
Beberapa sekuens horor dalam film ini memang masih mengandalkan jump scare, namun hal tersebut masih dilakukan dengan sangat baik. Film ini justru terasa begitu angker ketika Sandberg bermain-main dengan sekelilingnya dan eksplorasi terhadap rumah tersebut.
Tata suara yang mantap juga membantu penonton untuk semakin jiper selama Annabelle Creation diputar. Pengaturan suasana yang begitu sunyi kemudian suara-suara langkah kaki, pintu digedor-gedor dan suara musik bermain sendiri menjadi hal-hal yang siap untuk menggedor jantung penonton.
Musik yang mengagetkan memang bisa jadi membuat penonton menutup mata akan tetapi film ini terasa jauh lebih mencekam ketika Sandberg sengaja membuat segalanya terdengar sepi.
Annabelle Creation memang belum bisa menyamai level keseraman adegan tepuk tangan di The Conjuring. Tetapi, film ini lebih cukup untuk membuat Anda memaafkan entry sebelumnya yang lemah. Annabelle Creation adalah apapun yang Anda butuhkan dari sebuah film penggedor jantung: efektif, tanpa basa-basi dan tak kenal ampun.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
(ken/ken)