The boys are back! Vincent Chase (Adrian Grenier) bersama E (Kevin Conolly), Drama (Kevin Dillon), Turtle (Jerry Ferrara) dan tentu saja si agen kesayangan kita semua, Ari Gold (Jeremy Piven), kembali untuk mengajak kita bersenang-senang dan mengintip apa saja yang terjadi di Hollywood. Hanya saja kali ini Anda tidak lagi melihatnya di layar HBO, melainkan di layar perak seperti yang pernah terjadi pada Carrie Bradshaw dan teman-temannya di 'Sex and the City.
Terakhir bertemu dengan mereka, kita melihat bahwa Ari ditawari untuk menjadi kepala studio dan Vince bersiap untuk menikah dengan jurnalis Sophia Lear (Alice Eve). Sementara itu, Turtle bersiap dengan bisnis tequila-nya; Drama berusaha keras agar serial animasinya tetap berjalan; E mencoba rekonsiliasi dengan Sloan (Emmanuelle Chriqui). 'Entourage' versi film tidak mengambil jeda waktu yang lama setelah series finale-nya. Yang terjadi adalah pernikahan Vince runyam. E dan Sloan ternyata belum siap dan memutuskan untuk berpisah meskipun Sloan hamil. Turtle menjadi kaya raya karena bisnis tequila-nya. Drama tertatih-tatih karena serial animasinya dibatalkan.
Ari sekarang menjadi studio executive yang berjaya. Saking jayanya dia bisa membuat Vince yang belum pernah berpengalaman jadi sutradara untuk langsung menyutradarai adaptasi terbaru Dr. Jekyll and Mr. Hyde yang sekarang berjudul 'Hyde'. Tapi seperti yang kita ketahui bersama, gaya hidup dan cara berpikir Vince tidak pernah bisa ditebak. Konflik terjadi ketika Hyde ternyata membutuhkan tambahan dana padahal film tersebut sudah over-budget. Ari harus berangkat ke Texas untuk bertemu milyuner Larsen McCredle (Billy Bob Thornton) untuk meminta tambahan dana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti halnya 'Sex and the City', 'Entourage' sebelumnya merasakan kejayaannya di HBO. Serial kreasi Doug Ellin tersebut memang terinspirasi oleh kisah nyata Mark Wahlberg—yang juga berlaku sebagai executive producer—saat dia baru saja masuk ke dunia Hollywood. Selama delapan season, kita diberikan gambaran tentang bagaimana cara bertahan hidup di Hollywood; bagaimana seorang aktor bisa menjadi legenda dan dilupakan hanya dalam beberapa saat. Secara premis, 'Entourage' memang lebih mengedepankan bling-bling dan kemewahan. Yang membuatnya begitu asyik untuk diikuti adalah kita dipersembahkan sebuah proses yang cukup detail—meskipun terlihat begitu simplistik—tentang rise and fall of Vincent Chase. Sayangnya, hal tersebut hilang dalam 'Entourage' versi layar lebar.
'Entourage' versi layar lebar terasa seperti sebuah episode tengah-tengah dari sebuah season yang sudah tidak lagi seru. Berbeda dengan awal-awal season yang menarik—terutama tentang proses pembuatan Aquaman dan Medellin yang hancur lebur itu—dalam versi layar lebar kita tidak tahu bagaimana proses 'Hyde' dibuat dan langsung loncat ke proses post-production. Intronya memang sudah menjembatani itu, tapi tetap saja, rasanya kurang mantap.
Proses adalah faktor kuat dalam plot cerita 'Entourage'. Seperti di season 2 ketika 'Entourage' masih seru. Kita diperlihatkan usaha keras Vince dan kawan-kawan untuk melobi James Cameron agar meng-casting-nya sebagai raja lautan sampai akhirnya diterima, memilih lawan main—halo, Mandy Moore!—proses syuting, drama CLBK di lokasi dan akhirnya momen deg-degan apakah filmnya box-office atau tidak. Sebuah proses panjang dan drama-drama over-the-top yang terjadi di antaranya itulah yang membuatnya klasik. Hal yang benar-benar absen dalam 'Entourage' versi layar lebar.
Selain itu, plot sampingannya juga kurang menghentak. Hubungan Ari dan istrinya (Perrey Reeves) seperti daur ulang yang tidak perlu. Hubungan putus nyambung E dan Sloan sungguh melelahkan. Dan kegalauan Drama soal nasibnya di Hollywood sudah jelas di-cover selama delapan season di serialnya—meskipun ia berhasil mendapatkan kedipan menyenangkan di akhir film. Satu-satunya yang menarik adalah Turtle dan crush-nya yang baru, Ronda Rousey, si atlet yang sekarang juga pemain film. Itu pun karena Turtle adalah satu-satunya orang yang diberikan character development dari serial ke versi filmnya.
Tapi 'Entourage' tetaplah 'Entourage'. Bagi fans berat serialnya, film ini sayang sekali jika dilewatkan. Menyaksikan kembali teman-teman kita dengan drama yang melibatkan para aktor Hollywood memainkan versi fiksi mereka—dari Emily Ratajkowski sampai Liam Neeson—adalah hiburan yang sungguh sayang untuk dilewatkan. Kritik terhadap serialnya tentang betapa mysoginistic-nya serial ini dan betapa tololnya para karakternya untuk berinteraksi memang tidak dibenahi, tapi itu bukan masalah besar. Kalau tidak "merendahkan" perempuan, justru bukan 'Entourage' namanya.
Pada akhirnya, 'Entourage' memang terasa seperti sebuah hadiah spesial bagi para fans berat serial televisinya. Jika film ini tidak dibuat pun, dunia tidak akan merasa kehilangan. Hanya saja, akan sedikit lebih baik jika Doug Ellin, sutradara dan penulis skripnya, mampu memberikan kisah yang lebih memorable daripada sekedar sebuah episode yang terasa seperti dipanjang-panjangkan. Semoga saja, jika sekuelnya dibuat, Ellin bisa melihat kekurangan ini. Untuk sementara, Entourage lebih dari cukup untuk mengobati rasa kangen.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
(mmu/mmu)