'Di Balik 98': Lukman Sardi Main Aman dengan Bingkai Humanis

'Di Balik 98': Lukman Sardi Main Aman dengan Bingkai Humanis

Adhie Ichsan - detikHot
Kamis, 08 Jan 2015 12:15 WIB
Di Balik 98: Lukman Sardi Main Aman dengan Bingkai Humanis
Jakarta - Film ini bukan busur panah yang melesat ke salah satu pihak yang dinilai bertanggung jawab pada tragedi 98. Berulang kali Lukman Sardi yang mengawali debutnya sebagai sutradara mengatakan, film ini hanya mengangkat sisi humanis. Main aman?

Lukman bersama penulis Samsul Hadi dan Ifan Ismail menggerakkan cerita dari beberapa karakter yang terlibat langsung saat insiden kelam itu terjadi. Penonton diperkenalkan dengan tokoh Diana (Chelsea Islan), mahasiswi yang berapi-api memperjuangkan reformasi.

Ia berasal dari keluarga yang dinamis. Kakaknya yang tengah hamil besar, Salma (Ririn Ekawati), bekerja sebagai asisten rumah tangga istana yang melayani Presiden Soeharto (Amoroso Katamsi). Sementara kakak iparnya, Bagus (Donny Alamsyah), seorang letnan dua yang bertugas mengamankan demonstrasi yang meletus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembentukan karakter-karakter utama yang dirajut dalam plot terasa menarik. Ditambah, Diana berpacaran dengan sesama mahasiswa yang digambarkan berdarah Tionghoa, Daniel (Boy William).

Melemahnya rupiah dan berakibat pada melambungnya harga-harga bahan pokok di era 98, menggulirkan bola salju yang terbentuk selama 32 tahun terakhir dalam rezim Orde Baru. Mahasiswa mulai bergerak lebih berani menyampaikan aspirasinya dengan tuntutan Soeharto mundur dari jabatan. Aksi demonstrasi yang berjalan damai berubah menjadi kekacauan dalam seketika, dan berakibat langsung pada karakter-karakter yang disebutkan di atas.

'Di Balik 98' bukan film yang memberikan titik terang mengenai pertanyaan yang menggelayut hingga saat ini, terutama bagi keluarga korban. Dengan lebih memilih bermain aman, Lukman mungkin sedikit melupakan hal yang menyentuh sisi humanis paling esensial: mengungkapkan fakta mengapa dan bagaimana itu bisa terjadi, hingga memberi efek domino.

Sisi humanisme yang coba diangkat Lukman lebih kepada hasil, yakni penggambaran karakter-karakter sebagai korban. Diana sang mahasiswi, adalah korban dari emosi dan euforia yang membuatnya bersikap kasar dan tak menghargai kedua kakak yang membiayai hidupnya. Daniel dan keluarga etnis Tionghoa lainnya adalah korban dari perlakuan rasial yang biadab.

Bagus juga merupakan korban dari situasi yang membuatnya dibenci. Dan yang tak kalah penting dari itu semua adalah Rahmat (Tengku RIfnu Wikana), rakyat jelata yang tak tahu apa-apa dan korban dari sistem pemerintahan.

'Di Balik 98' yang merupakan produksi MNC Pictures itu mungkin bisa dibilang sebagai film yang mengungkit sejarah, namun tidak menghasilkan apa-apa selain memori buruk bagi korban.

(ich/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads