'Exodus: Gods and Kings' (IMAX 3D): Kisah Megah Nabi Musa yang Kurang Klimaks

'Exodus: Gods and Kings' (IMAX 3D): Kisah Megah Nabi Musa yang Kurang Klimaks

- detikHot
Kamis, 11 Des 2014 11:40 WIB
Jakarta - Musa (diperankan Christian Bale yang kembali fit setelah menggendutkan diri dalam 'American Hustle') pada awalnya bukanlah manusia beriman. Sebagai Pangeran Mesir, ia mencoba menjalankan tugasnya dengan baik. Termasuk menjadi penasihat kerajaan yang bisa diandalkan. Semua orang di kerajaan, termasuk Ramesses (Joel Edgerton dengan eyeliner yang begitu tebal) menganggap Musa orang yang bertanggung jawab, dan bukan sebuah ancaman. Sampai akhirnya sebuah ramalan muncul yang mengatakan bahwa penyelamat anggota kerajaan akan menjadi pemimpin.

Ramesses yang pergi berperang dengan Musa agak sedikit paranoid dengan ramalan tersebut. Dan, ketakutannya semakin menjadi-jadi ketika ramalan itu terbukti: Musa menyelamatkannya dari sebuah kereta kuda yang akan melindasnya.

Suatu hari, Musa pergi ke Kota Pithom untuk mengurusi para budak ketika dia diberi tahu oleh tetua yang diwakili oleh Nun (Ben Kingsley) bahwa Musa bukanlah turunan raja seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Darahnya sama dengan darah para budak, dan Hegep (Ben Mendelsohn) mengetahui hal itu. Tentu saja Hegep melapor kepada Ramesses, dan Musa pun diusir. Perjalanan pun dimulai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Exodus: Gods and Kings' bukanlah film pertama pada 2014 yang menceritakan tentang sepak terjang perjuangan seorang nabi. Awal tahun, meskipun LSF memutuskan untuk tidak memutar filmnya di Indonesia, Darren Aronofsky melakukannya dengan 'Noah' bersama Russell Crowe. Secara teori, 'Exodus' memang film yang cocok untuk Ridley Scott yang dikenal dengan film-film epik seperti 'Gladiator' hingga 'Prometheus'. Sayangnya, meskipun tetap megah, dengan sumber cerita yang universal, plot film ini tidak cukup 'wow' untuk membuat penonton terperangah.

Berbeda dengan 'Noah' yang berani untuk bereksperimen dalam hal penceritaan, dengan durasi yang lumayan padat, 'Exodus' memberikan terlalu banyak eksposisi yang tidak perlu. Empat penulis skripnya –Adam Cooper, Bill Collage, Jeffrey Caine dan Steven Zaillian– tidak memberikan pengembangan karakter yang memuaskan. Intensitasnya juga kalah jauh dibandingkan dengan 'Gladiator' yang penuh kobaran api. Dengan durasi 150 menit, Scott mencoba menelan semua kisah Musa yang menyebabkan klimaks terasa kurang 'nonjok', dan bagian-bagian yang memang seru –bencana yang silih berganti-- jadi kurang fenomenal.

Selain kontroversi yang menggempur film ini –banyak orang tidak terima dengan kenyataan bahwa mayoritas pemeran film ini adalah kaukasian– 'Exodus' ternyata juga kurang berhasil membawa akting para pemerannya ke level prima. Christian Bale jauh lebih menarik ketika dia menjadi penipu dalam 'American Hustle'. Joel Edgerton bukanlah Joaquin Phoenix yang sanggup membuat semua penonton ingin melempar wajahnya dengan sandal saat menonton 'Gladiator'. Sementara itu, barisan pemeran pendukungnya seperti Aaron Paul, Ben Kingsley, John Turturro bahkan sampai Sigourney Weaver terasa seperti plot device daripada karakter tiga dimensi.

Kendati demikian, tetap saja film ini mempunyai 'tanda tangan' Ridley Scott di mana-mana. Dengan bujet 140 juta dollar AS, Anda akan dipuaskan dengan visual yang luar biasa megah. Referensi romanticism terpampang jelas di setiap wide shot yang disajikan oleh sinematografer Dariusz Wolski. Efek 3D-nya sama sekali tidak berguna meskipun dalam presentasi IMAX, Anda bisa menyaksikan betapa epik setiap frame yang disajikan. Sebagai film yang menceritakan perjalanan seorang utusan Tuhan, 'Exodus: Gods and Kings' belum bisa mengalahkan 'The Ten Commandments' atau bahkan 'Noah'-nya Aronofsky yang jauh lebih menghibur dan edgy.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

(mmu/mmu)

Hide Ads