Terakhir kita melihat Katniss, dia menangis setelah Gale (Liam Hemsworth) memberi tahu bahwa Distrik 12 sudah hangus terbakar. Kini Katniss menemukan dirinya dalam keadaan paling bawah. Panik, lemah, marah, terkhianati. Semua perasaan ini berkumpul menjadi satu dan membuatnya seperti orang gila. Mimpi buruk terus menghampirinya. Dokter-dokter di tempatnya kini berada, Distrik 13, menyuruhnya melakukan hal-hal sederhana. Mengingat namanya, dia dari mana, apa yang dia lakukan, kemudian apa yang dilakukan Capitol terhadap Peeta.
Distrik 13 yang kabarnya sudah hancur ternyata bersembunyi di bawah tanah, di bawah pimpinan Presiden Coin (Julianne Moore, menggunakan kemisteriusannya dengan jitu). Katniss dan beberapa penduduk Distrik 12 yang selamat berada di sana. Coin bersama dengan Plutarch (Phillip Seymour Hoffman, untuk terakhir kalinya tetap membius) meminta Katniss untuk menjadi Mockingjay, simbol pemberontakan semua distrik untuk menghancurkan Capitol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
'Mockingjay Part 1', awal dari seri ketiga 'The Hunger Games', dimulai dengan shot close-up Katniss tersengal-sengal, berkeringat dan mulai mengingat apa yang terjadi dengan dirinya. Pembukaan ini mengejutkan, tidak biasa untuk ukuran film remaja namun juga sangat efektif. Ada banyak yang terjadi setelah 'Catching Fire', dan Panem berubah banyak semenjak film berakhir. Tidak ada lagi huru-hara Hunger Games. Semuanya siap untuk mati dan terbakar. Dan, 'Mockingjay Part 1' mempersembahkan keadaan terkini dengan singkat namun brilian. Francis Lawrence melukis 'Mockingjay Part 1' dengan gelap, claustrophobic dan suram. Bahkan, Effie Trinket (Elizabeth Banks, selalu memiliki energi positif yang menular) yang biasanya tampil heboh sekarang tampak begitu suram.
Secara garis besar, 'Mockingjay Part 1' berhasil mengeksposisi efek besar yang dilakukan Katniss setelah menelanjangi kelakuan Presiden Snow di hadapan semua orang. Dan, pengadaptasinya βPeter Craig dan Danny Strongβ juga tidak mengungkit-ngungkit masalah cinta segitiga Katniss-Gale-Peeta dengan berlebihan seperti yang dilakukan Suzzane Collins pada bukunya. Masalah besar 'Mockingjay Part 1' adalah kenyataan bahwa film ini terasa begitu anti-klimaks. Hal yang lumrah terjadi ketika sebuah cerita utuh dipotong menjadi dua demi keuntungan finansial seperti seri terakhir 'Harry Potter' atau Twilight Saga.
Craig dan Strong memang berhasil memberikan adu permainan politik yang keren --ada sebuah adegan yang mengingatkan kita akan film politik satir keren berjudul 'Wag The Dog'-- dan set-up yang bagus, namun tidak bisa dipungkiri 'Mockingjay Part 1' hanya sebuah pemanasan. Film ini murni hanyalah sebuah teaser mengingat semua adegan klimaks terjadi di 'Mockingjay Part 2' yang baru akan dirilis tahun depan. Berbeda dengan 'Catching Fire' yang meskipun mempunyai ending menggantung namun memiliki konklusi yang jelas, film ini berakhir dengan tanda tanya besar.
Masalah ini juga terjadi pada 'Harry Potter and the Deathly Hallows' meskipun Steve Kloves lebih cerdik dalam mengakali bagian ending-nya. Craig dan Strong mempersembahkan ending yang tanggung sehingga ketika end credits bergulir, Anda merasa seperti sedang menonton telenovela yang akan bersambung. Parahnya, Anda harus menunggu sampai tahun depan untuk menyaksikan kelanjutannya.
Woody Harrelson, Liam Hemsworth, Jeffrey Wright, Josh Hutcherson, Jeffrey Wright, Sam Claflin dan Stanley Tucci masih memberikan penampilan yang oke seperti dua film sebelumnya. Natalie Dormer yang kebagian peran baru sebagai Cressida, salah satu komandan perang dan sutradara untuk video propaganda Katniss adalah tambahan yang menyegarkan. Begitu juga dengan Mahershala Ali sebagai Boggs yang memberikan sentuhan halus atas sikap protektifnya terhadap Katniss.
Β
Di luar semua kekurangannya, Francis Lawrence memang berhasil mempersembahkan 'Mockingjay Part 1' sebagai tontonan yang menghibur, terutama bila Anda termasukan pasukan Mockingjay nomor satu. Francis Lawrence berhasil membangun setiap tensi, membuat Anda terkejut dan terharu pada saat yang bersamaan dan berharap agar Presiden Snow segera dikalahkan. Walaupun pada akhirnya Anda merasa seperti dicurangi, tapi semuanya cukup layak demi melihat Katniss bahagia di penghujung hari.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
(mmu/mmu)











































