'Interstellar' (IMAX): Perjalanan Epik Antar-Bintang

'Interstellar' (IMAX): Perjalanan Epik Antar-Bintang

- detikHot
Jumat, 07 Nov 2014 11:02 WIB
Jakarta - Apakah Anda pernah menatap langit di malam hari yang dipenuhi dengan bintang, dan membayangkan mungkinkah ada planet seperti Bumi di luar sana? Jika pernah, Anda mungkin mempunyai pemikiran yang sama dengan Christopher Nolan dalam film epik sci:fi terbarunya, 'Interstellar'. Film yang mengisahkan perjalanan antargalaksi ini tidak hanya menjadi salah satu film terepik, termegah yang pernah dibuatnya --dan Nolan sudah membuat tiga film 'Batman' dan 'Inception'-- tapi ini juga film paling personal yang pernah dibuatnya.

Dalam 'Interstellar', di masa depan yang akan datang, Bumi tidak lagi bisa menjadi tempat hunian yang layak. Tidak hanya karena badai debu, hawar menyerang yang menyebabkan tumbuhan mulai mati satu per satu. Manusia mulai kehilangan makanan, kelaparan dan akhirnya putus asa. Suatu hari, Cooper (Matthew McConaughey), mantan anggota NASA yang sekarang menjadi petani, mendapatkan pesan misterius. Pesan tersebut ternyata merujuk kepada sebuah koordinat lokasi.

Cooper mendatangi lokasi tersebut yang ternyata adalah lokasi persembunyian NASA yang baru. Professor Brand (diperankan langganan abadi Nolan, Michael Caine) bersama dengan ilmuwan lain, salah satunya Amelia Brand (Anne Hathaway), menunjukkan solusi atas permasalahan kekurangan pangan ini kepada Cooper: mencari planet baru yang bisa dihuni.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cooper tahu, dia harus memberikan rumah yang baik kepada anaknya, Murph (Mackenzie Foy, fantastik) dan Tom (Timothee Chalamet). Dan demi masa depan mereka, dia pun setuju untuk mengarungi galaksi dan mencari tempat tinggal baru manusia.

'Interstellar' tadinya adalah proyek dari produser Lynda Obst dan ahli fisika teori Kip Thorne yang akan disutradarai oleh Steven Spielberg. Adik Chisropher, Jonathan Nolan --yang berkolaborasi dengan sang kakak dalam 'The Dark Knight', 'Inception' dan 'The Dark Knight Rises'-- dipanggil untuk menulis skripnya. Kemudian di tengah jalan, Spielberg mundur dan Jonathan mengusulkan Christopher untuk menyutradarainya.

Di tangan yang salah, 'Interstellar' akan menjadi film sci:fi epik yang hanya menceritakan perjalanan manusia melintasi galaksi, melewati wormhole dan mencoba mencari planet baru. Ketika Christopher Nolan masuk, semua hal tersebut menjadi berubah. Seperti yang terjadi kepada film-filmnya yang sebelumnya, Nolan membungkus 'Interstellar' dengan sangat realis dan akademik. Semuanya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Seperti halnya trilogi 'Batman' atau 'Inception'. Tidak ada alien di sini, atau perang antargalaksi. Tapi tak lantas filmnya menjadi membosankan. 'Interstellar' justru lebih menegangkan dibanding 'Inception' yang dipenuhi dengan ledakan.

Yang membuat 'Interstellar' berbeda adalah cara Christopher Nolan menyampaikan perasaan sayang orangtua kepada anaknya, rasa optimis terhadap kemanusiaan dan tentu saja human survival ke dalam bungkusan film sci:fi. Anda bisa merasakan bahwa Nolan sedang berteriak kencang kepada anak-anaknya bahwa dia begitu menyayanginya. Sekuat itu kekuatan yang disajikan 'Interstellar'.

Dengan bujet 165 juta dollar AS, Nolan tahu sekali bagaimana caranya melenakan penonton dengan petualangan yang mengagumkan. Selama 169 menit, dengan perlahan kita diajak mengetahui apa yang terjadi pada planet Bumi, hubungan spesial antara Copper dan Murph dan tentu saja, teori para ilmuwan soal wormhole dan perjalanan itu sendiri. Set-up Nolan memang lama, tapi itu efektif.
 
Yang menjadi agak nyeleneh justru keputusan Nolan untuk membuat third act yang terlalu mengejutkan --untuk menghindari kata “mengada-ada”. Karakter Dr. Mann (yang diperankan secara mengejutkan oleh salah satu aktor kelas A Hollywood) di sini juga terkesan deja vu. Aksinya yang terlalu mengedepankan misi ilmiah dibandingkan kemanusiaan agak mirip dengan apa yang dilakukan Marion Cotillard sebagai Mal dalam 'Inception'. Dr. Mann justru terasa lebih menyebalkan dari Mal mengingat keberadaannya “baru ditemukan” setelah Copper sampai di planet tersebut, bukannya katalis penting seperti dalam kasus 'Inception'.

Tapi dua hal tersebut, third act dan karakterisasi Dr. Mann, tidak bisa mengalahkan kenyataan bahwa 'Interstellar' adalah sebuah blockbuster sci:fi yang harus ditonton di layar sebesar mungkin. Dalam presentasi IMAX, kamera Hoyte van Hoytema --kameramen Spike Jonze dalam 'Her', menggantikan partner abadi Nolan, Wally Pfister yang sedang tak bisa diganggu karena sedang menyutradarai 'Transcendence' yang begitu buruk itu-- memberikan visual yang tidak hanya akan melenakan Anda tapi benar-benar membuat Anda seperti sedang melayang di luar angkasa. Tata suaranya --dikerjakan oleh Gregg Landaker, Gary Rizzo, Richard King-- juga terasa luar biasa. Setiap desisan dan keheningan benar-benar diatur dengan sempurna.

Sementara itu production designer Nathan Crowley memberikan gambaran yang menakjubkan soal masa depan Bumi dan planet-planet dari galaksi lain. Dibantu dengan perusahaan visual efek Double Negative yang juga mengerjakan 'Inception', Paul Franklin VFX Supervisor, 'Interstellar memberikan setiap frame yang layak untuk dijadikan screen saver komputer Anda.

Tapi, secanggih dan sekeren apapun bidang teknis, film tidak akan sempurna tanpa salah satu komponen terbesar dalam film yaitu akting. McConaughey yang masih fresh setelah Oscar pertamanya dalam 'Dallas Buyers Club' memegang kendali 'Interstellar' dengan aktingnya yang mumpuni. Anda bisa berkaca-kaca hanya melihat ia menatap monitor dengan matanya yang nanar. Anne Hathaway memang tidak seliar perannya dalam 'The Dark Knight Rises', namun dia sanggup menjadi sidekick yang pas bagi McConaughey. Keduanya mempunyai chemistry yang bagus. Jessica Chastain yang sepertinya tidak pernah bermain di film jelek tetap menunjukkan aksinya sebagai Murph dewasa. Meskipun screen time-nya dengan McConaughey jarang terjadi, namun keduanya sanggup membuat Anda percaya bahwa mereka memiliki ikatan darah yang begitu kuat.

'Interstellar' adalah pembuktian Christopher Nolan bahwa dia bisa membuat film sci:fi epik superambisius, yang tidak hanya sempurna secara teknis namun juga memiliki hati. Dan, seperti banyak belajar dari 'Inception', penjelasan Christopher Nolan soal wormhole justru lebih sederhana dan mudah dipahami meskipun secara teori keduanya sama rumitnya. Dengan editing Lee Smith yang canggih --3 jam seperti beberapa menit saja!-- dan scoring Hans Zimmer yang membuai, Nolan telah membuktikan kepada kita semua bahwa cinta orangtua kepada anaknya tidak mengenal ruang dan waktu.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

(mmu/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads