'Garuda 19': Semangat Membatu Menuju Piala Dunia

'Garuda 19': Semangat Membatu Menuju Piala Dunia

- detikHot
Jumat, 10 Okt 2014 15:32 WIB
Jakarta - Timnas sepakbola U-19 menjadi idola dan semangat baru bagi sebagian besar bangsa kita, terlebih saat tim bentukan Indra Sjafri itu mengalahkan Vietnam pada Piala AFF U-19 di Sidoarjo tahun lalu. Berkat kerja keras mereka Indonesia kembali mengangkat trofi sejak 22 tahun lamanya. Tentu banyak sekali di antara kita yang penasaran ihwal muasal bagaimana coach Indra Sjafri dan timnya membentuk kesebelasan anak-anak remaja cemerlang tersebut. Film ini mencoba menuturkan sejumlah episode perjalanan mereka jauh sebelum mereka dielu-elukan ketika merumput di stadion-stadion besar demi kejayaan bangsa.

Memang tak semua anak-anak di tim U-19 ini mendapatkan porsi ceritanya masing-masing. Evan Dimas misalnya, yang paling tersohor di antara mereka, tak jadi tokoh sentral dan kita melihat keberadaannya hanya sepintas-sepintas saja. Di film ini Evan Dimas diperankan oleh pemeran Madun dalam sinetron terkenal 'Tendangan Si Madun' Yusuf Mahardika. Namun, tiga tokoh lainnya, Yazid (Gazza Zubizareta, 'Negeri 5 Menara'), Sahrul (Rendy Ahmad, 'Sang Pemimpi'), dan Yabes (Sumarlin Beta) memiliki cerita yang menarik untuk disaksikan. Pun sepak terjang Indra Sjafri (Mathias Muchus, 'Gending Sriwijaya', 'Hari Ini Pasti Menang') bersama tim pelatihnya juga tak kalah seru, terlebih untuk Anda yang menggemari sepak bola nasional.

Satu tema besar yang diangkat film ini bahwasanya mereka adalah tim underdog. Mereka anak-anak pelosok desa yang sebagian besar dari keluarga tak mampu secara ekonomi. Begitu pun coach Indra Sjafri sendiri yang minim dukungan dari federasi; sekumpulan orang yang sangat kurang difasilitasi ini akhirnya mampu bersama-sama meraih prestasi besar. Lihat misalnya Sahrul, anak desa dari Ngawi, Jawa Timur, kecintaannya akan sepak bola tak serta merta direstui orangtua. Belum lagi ia harus kerja kasar sepulang sekolah demi mengumpulkan uang untuk membeli sepatu bola. Yabes anak Alor, Nusa Tenggara Timur memiliki kisah yang sedikit lebih ngenes; ia tinggal di pelosok, menempuh jarak jauh dengan berjalan atau berlari untuk ke sekolah, dan keadaan ekonomi keluarganya tak jauh lebih beruntung dibanding Sahrul. Satu-satunya keberuntungan dirinya dibanding yang lain, ia tidak jomblo, ada gadis cantik yang selalu merindukan kepulangannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rasa-rasanya mustahil anak-anak desa ini bisa merumput di stadion-stadion megah, namun kisah "from zero to hero" ini rupanya ada pula dalam kenyataan. Digarap oleh Andibachtiar Yusuf ('Romeo Juliet', 'Hari Ini Pasti Menang') sutradara yang juga komentator acara bola di televisi, ditulis oleh Swastika Nohara ('Hari Ini Pasti Menang', 'Cahaya dari Timur') dengan mengadaptasi buku 'Semangat Membatu' karya FX Rudi Gunawan dan Guntur Cahyo Utomo serta satu buku lainnya 'Menolak Menyerah', film ini menampilkan serangkaian kejadian penuh inspirasi. Andibachtiar mengemasnya menjadi tontonan getir namun juga penuh canda. Muaranya adalah impian untuk melaju ke Piala Dunia yang demikian ditekankan sebagai sesuatu yang tak mustahil untuk diraih.

Sayangnya, plot film ini terasa lambat. Kurangnya konflik menjadi salah satu penyebabnya. Namun, mungkin saja itu karena pembuat film merasa tak perlu mereka-reka konflik yang pada kejadian sebenarnya memang tak ada. Atau, sebaliknya: bila ada yang bisa disebut "konflik" dalam film ini, maka rasanya begitu mengada-ada. Begitu pun absennya tokoh antagonis, selain pihak federasi (PSSI) yang tersirat saja sebagai pihak jahat, serangkaian kemalangan demi kemalangan yang silih berganti menimpa timnas U-19 sepanjang durasi film jadi agak melelahkan untuk diikuti karena kemunculannya yang repetitif. Namun begitu, penampilan Mathias Muchus sebagai Indra Sjafri, juga penampakan alam indah yang melintang dari Jogja, Konawe hingga Alor, serta iringan lagu tema 'Hati Garuda' yang asik dari Letto masih cukup menggoda untuk ditengok.

Shandy Gasella pengamat perfilman Indonesia

(mmu/mmu)

Hide Ads