'Bangkit dari Lumpur': Lagu Lama Derita Perempuan dalam Film Horor Indonesia

'Bangkit dari Lumpur': Lagu Lama Derita Perempuan dalam Film Horor Indonesia

- detikHot
Kamis, 07 Nov 2013 11:10 WIB
Jakarta - Film horor terbaru yang dibintangi Dewi Perssik ini mengingatkan kita pada film-film yang dibintangi Suzzana. Tapi, apakah hal itu otomatis menunjukkan keberhasilan Dewi 'mewarisi' aura Sang Legenda seperti yang diinginkannya selama ini? Ceritanya panjang....

Suzanna tak terbantahkan lagi adalah aktris legenda film horor Indonesia. Tak mentok di ranah horor saja, ia pun bahkan jadi salah satu ikon aktris film Indonesia sepanjang masa, bak Marilyn Monroe di Hollywood sana. Tentu pengakuan tersebut tak datang secara tiba-tiba. Pada masanya, tepatnya di era 80-an film Indonesia banyak ditangani oleh sineas-sineas serius baik itu untuk film drama maupun horor.

Pada 1981 Suzanna bersama Barry Prima yang juga merupakan ikon legendaris perfilman Indonesia untuk sejumlah film aksi yang mereka bintangi. Keduanya melakoni peran dalam 'Sundel Bolong' garapan sutradara Sisworo Gautama Putra sang maestro horor Indonesia. Film ini digadang-gadang sebagai film pertama yang mempopulerkan mitos sundel bolong, hantu perempuan bergaun tidur putih transparan yang gentayangan karena mati penasaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang paling menarik dari film 'Sundel Bolong' ini (bukan film 'Legenda Sundel Bolong' garapan Hanung Bramantyo yang edar pada 2007) adalah tagline-nya: "Cantik...menggairahkan...tak kenal ampun!" Dengan tagline seperti itu, siapa coba yang tak tergoda untuk menontonnya? Dan, dalam kamus film horor, perpaduan antara kengerian (horor) dan seksualitas (khususnya eksploitasi kemolekan tubuh perempuan) memang selalu jadi ramuan yang pas.

Hampir semua maestro film dunia pernah menggunakan ramuan kombinasi antara horor dan seks ini. Dario Argento meramunya dalam 'Suspiria' (1977), David Cronenberg dalam 'Videodrome' (1983), Tony Scott si pembuat 'Top Gun' sekaligus orang yang paling berjasa bagi karier Tom Cruise juga sempat membesut horor erotis berjudul 'The Hunger' (1984) yang dibintangi David Bowie dan Susan Sarandon. Hingga kini formula ini terus dipakai dan terbukti memang disukai oleh para penggila horor seantero dunia.

Berbeda dengan maestro-maestro film dunia yang dari Barat itu, yang menampilkan seksualitas tidak sebagai objek eksploitasi belaka, sineas kita termasuk juga penontonnya masih malu-malu, bila tak mau disebut munafik, dalam memandang isu yang satu ini.

Dalam 'The Hunger' misalnya, Tony Scott bercerita soal kisah cinta segitiga antara seorang dokter dengan sepasang vampir. Di film ini seks dipandang sebagai hal alamiah dan lumrah terjadi seperti makan malam di restauran, termasuk bagi kaum vampir, dan oh, jangan lupakan adegan seks Susan Sarandon dan Catherine Deneuve yang aduhai itu.

Adegan 'panas', entah itu adegan seks sepasang kekasih atau adegan wanita bodoh tanpa busana yang lari ketakutan dikejar-kejar pembunuh dalam sebuah film slasher (sub-genre horor), ketika dikombinasikan ke dalam genre horor secara tepat selalu mampu menyenangkan para penyuka genre horor.

Berbeda dengan bule-bule di sana, di tanah yang kita pijak ini, seks adalah hal yang negatif dan tak patut dilakukan, bahkan untuk adegan ranjang antara sepasang suami-istri sekalipun. Lantas, kok ada adegan panas di film horor kita? Ya, memang ada, namun dalam konteks yang sangat berbeda. Dalam khasanah film horor Indonesia, seks selalu ditampilkan sebagai hal yang nista. Maka, lihatlah, adegan-adegan 'hot' di film horor kita hampir selalu menampilkan adegan perkosaan.

Pandangan soal seksualitas yang berbeda antara Barat dan Timur (baca: Indonesia) ini --dapat diperdebatkan-- telah membentuk wajah film horor kita.

'Sundel Bolong' berkisah soal Alisa (Suzanna) mantan pekerja seks komersial yang hidupnya berubah setelah dinikahi oleh Hendarto (Barry Prima). Namun sial, Alisa yang kemudian bekerja di sebuah butik ini diculik dan diperkosa. Merasa tertekan ia pun bunuh diri, lalu gentayangan jadi sundel bolong dan membalas dendam dengan menghabisi satu per satu pemerkosanya.

Dalam 'Malam Satu Suro' (1988) yang juga disutradarai oleh Sisworo Gautama Putra, Suzanna berperan sebagai Suketi, sundel bolong yang dibangkitkan dari kuburannya oleh seorang dukun untuk dijadikan anak angkatnya. Dukun sinting, sundel bolong kok dijadikan anak angkat! Namun, bukan itu poin yang ingin saya bahas. Diceritakan, Suketi dulunya mati bunuh diri setelah diperkosa dan hamil. Arwahnya tidak bisa beristirahat dengan tenang, dan gentayangan menjadi sundel bolong yang penuh dendam. Tuh kan, diperkosa lagi!

Beralih ke era 90-an, ada 'Misteri Janda Kembang' (1991) karya Tjut Djalil ('Benyamin Spion 025', 'Bajing Ireng dan Jaka Sembung') yang juga melegenda. Film ini berkisah soal Asih (Sally Marcellina) yang (lagi-lagi) diperkosa beberapa cowok, lalu (lagi-lagi) melakukan bunuh diri dan arwahnya gentayangan menuntut balas. Film ini melejitkan Sally Marcellina sebagai ikon aktris panas pada masa itu, dan setelahnya ia membintangi sejumlah film horor lain yang bertema serupa. Sebagai hantu, Asih kerap kali menggiring calon korbannya dengan berpakaian gaun tidur putih tembus pandang, menggoda mereka hingga terseret ke dalam jebakannya.

Hingga penghujung 90-an banyak film horor Indonesia dan juga drama yang menyisipkan adegan-adegan seks dalam pemahaman yang paling buruk, ya itu tadi, perkosaan. Atau, setidak-tidaknya pamaren tubuh semata seperti dalam film 'Skandal Iblis' (Tjut Djalil, 1992) yang melejitkan nama Gitty Srinita yang kemudian juga dikenal sebagai bom seks bersama Inneke Koesherawati yang juga populer di era yang sama.

Pada era 2000-an, tepatnya pada 2008 lewat film 'Tali Pocong Perawan' (Arie Azis), Dewi Perssik rupanya ingin menjajal jadi bagian sejarah film horor Indonesia. Setelah debutnya itu ia seakan ketagihan berperan di film horor dengan membintangi 'Tiren (Mati Kemaren)' (Emil G Hampp, 2008), 'Paku Kuntilanak' (Findo Purwono HW, 2009), dan sederet judul lainnya hingga 'Bangkit dari Lumpur' karya debut Irwan Ibon ini.

Sebelumnya, Irwan Ibon menulis naskah tiga film panas yaitu 'Bergairah di Puncak', 'Bisikan Nafsu', dan 'Penyimpangan Sex' yang ketiga-tiganya edar di tahun 1996! Berbekal latar belakangnya sebagai penulis naskah film panas tadi, mestinya 'Bangkit dari Lumpur' ini bila tak menyeramkan sebagai tontonan horor, ya paling tidak bisa memanaskan suasana. Walau tetap saja, fungsi utama film horor ya membuat penontonnya ketakutan.

Kini, 32 tahun telah berlalu sejak kemunculan film 'Sundel Bolong', Irwan Ibon lewat debut filmnya ini malah membawa mundur jauh ke zaman jahiliyah film horor Indonesia.

Dalam 'Bangkit dari Lumpur', Dewi Perssik berperan sebagai Shakira, cewek seksi yang diperkosa ramai-ramai, saya ulangi, diperkosa ramai-ramai, lalu dibunuh, hingga kemudian gentayangan sebagai hantu yang menuntut balas. Sebagai tontonan horor, film ini tak menyeramkan. Sebagai tontonan horor yang disisipi adegan panas, film ini pun nanggung. Alih-alih menggoda, malah terasa anget-anget kuku. Sebagai sineas, sungguh sebuah kesia-siaan bagi karier Irwan Ibon. Sebagai aktris, Dewi Perssik jelas tidak menyadari bahwa di balik kesuksesan Suzanna sebagai ikon horor, ada campur tangan sutradara hebat di belakangnya.

Shandy Gasella pengamat perfilman Indonesia

(mmu/mmu)

Hide Ads