Dekade 70-an terkenal dengan era ketika musik rock berjaya, berakhirnya perang Vietnam dan lahirnya banyak gerakan seperti anti-perang, feminisme, penyelamatan lingkungan, dan hak-hak sipil. Tapi, bagi penggemar F1, 70-an adalah tahun bersejarah ketika dunia mengenal dua nama paling mendebarkan sepanjang masa: James Hunt (Chris Hemsworth) dan Niki Lauda (Daniel Brühl).
James Hunt adalah cowok tampan dari Inggris dengan rambut panjangnya yang dipuja-puja wanita, party boy dengan attitude happy-go-lucky. Misinya sederhana: menjadi pembalap terhebat dan disanjung semua orang. Keadaan terasa normal sampai masuklah Niki Lauda ke dalam hidupnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lauda jujur dan kadang kejujurannya akan membuat orang lain membencinya setengah mati. Orang-orang menyangka Lauda dan Hunt adalah kucing dan anjing, minyak dan air, Liam dan Noel Gallagher. Dua hal yang bertolak belakang dan mungkin kalau dibiarkan berdua saja di ruangan kosong tanpa penjagaan, salah satu di antara mereka akan berakhir tanpa nyawa. Yang tak diketahui: kehadiran mereka satu sama lain ternyata menjadi muse tersendiri untuk berlaga menjadi pembalap terhebat sedunia. Dan, itulah inti dari semua cerita 'Rush'.
Jangan salah sangka dulu. Walaupun berfokus pada acara balapan dan menyajikan adegan balap yang spektakuler, 'Rush' bukanlah film action yang menginginkan seluruh karakternya tampil keren dengan kacamata hitam, cewek-cewek seksi berkostum mini, dan musik hip-hop super-kencang di belakang mereka. 'Rush' sama sekali bukan 'Fast and Furious'. 'Rush' adalah sebuah film drama –yang sangat bagus kalau boleh ditambahkan– yang kebetulan mengambil setting di arena balap F1.
Kembali berkolaborasi dengan Peter Morgan setelah 'Frost/Nixon' yang juga menghentak, Ron Howard membuat 'Rush' sebagai sebuah character study yang sangat menantang. Karakter James Hunt dan Niki Lauda memang tidak seratus persen enak dilihat. Mereka mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Sebagai penonton kita digiring untuk mengerti coping mechanism Hunt dengan alkoholnya, atau obsesi Lauda untuk memenangkan perlombaan. Keberhasilan Morgan dan Howard membuat keduanya terlihat sangat manusiawi itulah yang membuat 'Rush' begitu keren.
Hemsworth dan Brühl memainkan karakter mereka dengan sangat baik. Hemsworth yang terkenal dengan perannya sebagai dewa petir dalam superhero ciptaan Marvel memang diragukan kemampuan aktingnya mengingat bentuk fisiknya yang terlalu rupawan. Keberadaan Tom Hiddleston di serial 'Thor' juga membuat aktingnya agak terbanting. Dalam film inilah Hemsworth menunjukkan bahwa dia mempunyai kualitas akting yang baik di balik bentuk fisiknya yang prima.
Sementara itu Brühl dengan kharismanya yang luar biasa akan membuat pandangan Anda melekat pada sosoknya. Oke, Lauda memang menyebalkan dan kadang-kadang membuat Anda ingin menamparnya, tapi Brühl-lah yang membuatnya tetap menjadi karakter yang simpatik yang mau tak mau membuat Anda mendukungnya sampai akhir film.
Dengan durasi dua jam, Howard dan Morgan berhasil membuat film yang sangat padat dan seru. Sementara sinematografer Anthony Dod Mantle yang memenangkan Oscar dalam 'Slumdog Millionaire' menyajikan gambar-gambar yang sempurna, Hans Zimmer mengiringinya dengan musik yang akan memompa adrenalin Anda ke level paling maksimal.
Tak hanya dialog yang pintar –sesuatu yang tidak akan pernah Anda temukan dalam serial 'Fast and Furious' sampai kapan pun– film ini juga dan humor yang pas, drama yang cukupan dan ketegangan level tinggi, terutama adegan klimaks di Tokyo. 'Rush' adalah sebuah drama berkecepatan tinggi yang tidak boleh Anda lewatkan.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
(mmu/mmu)