'Riddick': Petualangan Baru Sang Ksatria Kegelapan

'Riddick': Petualangan Baru Sang Ksatria Kegelapan

- detikHot
Rabu, 11 Sep 2013 16:20 WIB
Jakarta - Ego adalah musuh terbesar setiap manusia di bumi ini, termasuk seorang mega-star Hollywood bernama Vin Diesel. Walaupun namanya sudah menjadi jaminan mutu box-office, memegang serial 'Fast and Furious' – yang seri terakhirnya mencapai box-office sampai hampir 800 juta dollar AS di seluruh dunia– dan kemungkinan membintangi proyek Marvel yang masih misterius, ia masih bersikeras untuk membuat dirinya menjadi lebih terkenal.

Awalnya adalah 'Pitch Black', sebuah sci:fi gelap dengan sosok antihero bernama Richard B. Riddick yang dirilis pada tahun 2000. Meskipun film tersebut tidak mendapatkan kesuksesan yang luar biasa, Vin Diesel yang kala itu sudah bersinar, mencium potensi franchise, dan memutuskan untuk melanjutkannya lewat 'The Chronicles of Riddick' yang dirilis empat tahun berikutnya. Berbeda dengan 'Pitch Black' yang mendapatkan sambutan cukup hangat, 'The Chronicles of Riddick' menuai cercaan dari para kritikus dan penggemar film pertamanya.

Sembilan tahun berlalu dari mimpi buruk itu, ternyata Vin Diesel masih belum menyerah dan menuntut penonton untuk menerima kisah antihero superperkasa itu lagi dalam 'Riddick'. Mengambil setting beberapa tahun setelah kejadian di film sebelumnya, Riddick menemukan dirinya di sebuah planet asing yang gersang. Dalam keadaan lemah dan tak berdaya, Riddick terpaksa harus beradaptasi dengan planet yang dipenuhi dengan binatang-binatang menyebalkan sekaligus mematikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Belum cukup harus berhadapan dengan planet yang menginginkannya mati, Riddick juga harus berhadapan dengan para bounty hunter yang menginginkan kepalanya di sebuah kotak kaca. Berbekal kekuatan super dan penglihatannya yang tajam di tengah kegelapan, Riddick pun membalas sapaan para bounty hunter tersebut.

David Twohy kembali tampil sebagai penulis dan sutradara, setelah kegagalan film keduanya. Seolah belajar dari kesalahannya, Twohy membuat 'Riddick' menjadi lebih sederhana dan mendekati 'Pitch Black' ketimbang 'Chronicles of Riddick' yang ambisius. 'Riddick' dipenuhi dengan humor –walaupun agak garing– kegelapan dan ketegangan yang solid. Adegan kekerasannya yang hiperbola adalah salah satu daya tarik.

Namun, seperti pada film-film sebelumnya, Twohy masih belum berhasil membuat 'Riddick' menjadi sebuah sci:fi aksi yang menggigit. Separuh pertama 'Riddick' begitu menjanjikan dengan parade aksi Vin Diesel yang berusaha bertahan di planet asing itu sendirian. Separuh kedua, ketika para bounty hunter mulai muncul, dan terutama bagian babak ketiga dimana mereka mendadak bekerja sama untuk menyelamatkan diri, terasa seperti parodi. Twohy tidak menyediakan character development sedalam itu untuk membuat mereka mendadak menjadi baik hati.

Dialog-dialognya yang serba berlebihan dan menggelikan juga tidak membantu untuk membuat 'Riddick' menjadi lebih berkharisma. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan sci:fi low-budget yang dirilis tahun lalu, 'Looper' buatan Rian Johnson. Untungnya Twohy tahu bagaimana cara mengeksploitasi Vin Diesel dengan benar sehingga kekonyolan dialog dan gerak-gerik berlebihan tadi bisa diterima akal sehat.

Dengan posturnya yang besar dan suara beratnya yang sengaja dipelankan ketika berdialog, Vin Diesel berhasil membuat 'Riddick' tampak lebih tangguh dari kelihatannya. Film ini memang tidak sebagus film-film sci:fi yang dirilis tahun ini –malahan masih kalah jauh dibandingkan 'Elysium'. Namun, bagi Anda yang rindu dengan aksi Vin Diesel sebagai 'Riddick' sang ksatria kegelapan, film ini bolehlah ditonton. Sekalian untuk menjadi saksi bagaimana ego Vin Diesel untuk menjadikan Riddick sebagai ikon, (ternyata) bukanlah ide yang terlalu buruk.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

(mmu/mmu)

Hide Ads