Cerita berangkat dari sosok Rango, yang disulihsuarakan oleh Johnny Depp dan memiliki karakter yang tak jauh dari sosok Jack Sparrow. Sosok Rango adalah seekor kadal, pecundang, drama, selalu ceria dan antusias meski pada dasarnya ia selalu kesepian. Dalam sebuah petualangan untuk mencari dirinya, ia berakhir di kota Dirt (kotoran) dan kebetulan terpilih menjadi kepala polisi (sherrif).
Â
Kota Dirt sendiri terletak di Wild West dengan penduduk yang memiliki beragam karakter dan dipimpin oleh seorang penguasa yang manipulatif dan korup. Kota Dirt mengalami kekurangan air. Setiap minggu, pada hari Rabu, penduduk kota Dirt berdoa untuk mendapatkan air. Namun ternyata persoalan air ini diakibatkan oleh sifat tamak dan jahat sang penguasa.
Seperti dongeng-dongeng Amerika pada umumnya, tentu saja Rango harus berjuang bersama para penduduk kota Dirt untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Dalam perjuangannya ini, ia harus menghadapi berbagai musuh hingga mendapatkan kepercayaan dari perempuan yang disukainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak adegan dalam film ini tentu saja mengambil dari ikonografi film western (cowboy). Lanskap Amerika lengkap dengan langit lembayungnya serta Monument Valley, tempat para cowboy memacu kuda-kudanya telah muncul dalam puluhan film (antara lain yang monumental, film 'The Stagecoach', 1939). Karakter Indian, musisi Meksiko, petani, kepala polisi, tuan tanah/penguasa yang jahat adalah tipikal karakter dalam film western. Begitu pun musik dengan pengaruh Meksiko dan bahkan alur cerita kepahlawanan.
Â
Sebagai sutradara Gore Verbinski sepertinya sengaja mengemas cerita kepahlawanan ini dalam bahasa film yang telah kita kenal. Selain kerap menggunakan referensi film-film lain (macam 'Star Wars', 'Apocalypse Now' atau film-film Sergio Leone), Verbinski juga pintar memadukan unsur-unsur komedi (atau kebodohan) ke dalam 'Rango'.
Rango sendiri merupakan karakter ciptaan Ralph Steadman. Bersama Gore Verbinski dan Industrial Light & Magic, ini merupakan karya animasi pertama mereka. Mungkin ini menjelaskan kelemahan penempatan alur di beberapa bagian. Namun secara keseluruhan, film ini masih merupakan film yang menyenangkan.
Veronika Kusumaryati, belajar di Departemen Kajian Film Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Ia salah seorang pendiri Klub Kajian Film IKJ. Kini bekerja sebagai kurator film.
(mmu/mmu)