Diangkat dari kejadian nyata di Pennsylvania pada 2001, film dibuka sebagai drama muram buruh perkeretapian, ketika pada suatu pagi seorang karyawan baru datang memperkenalkan diri. Dan, seorang karyawan senior yang putus asa nyeletuk, "Maaf, kami tidak menerima penitipan anak." Si karyawan baru tak kalah nyolot, membalas, "Oh ya, sori juga, aku nggak akan ngurusi kumpulan orang jompo!"
Lalu, hari pun berjalan seperti biasanya, lambat dalam kesibukan orang-orang yang bosan dengan pekerjaan rutin mereka. Dan, seorang karyawan melakukan kelalaian, yang mengakibatkan kereta pengangkut bahan kimia berbahaya berjalan sendiri tanpa masinis. Si karyawan teledor berusaha mengejar, tapi kereta itu melaju lebih cepat, dan tak terhentikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai akhirnya, informasi mengenai kereta tanpa masinis itu sampai ke Will dan Frank, dan membuat keduanya yang awalnya kaku dan sinis-sinisan menjadi semakin akrab. Frank yang sudah berpengalaman menawarkan solusi yang berbeda dari para pejabat itu, dengan taruhan nyawanya sendiri, dan nyawa Will, tentu saja. Tapi, mereka sudah kompak, dan bertekad melawan keputusan para pejabat, dan melaksanakan aksi mereka sendiri.
Film dengan aksi semacam itu memang mudah ditebak, namun 'Unstoppable' masih mampu memberikan ketegangan yang maksimal. Tanpa jagoan yang dikeroyok tak bisa mati, tanpa penjahat yang sulit dikalahkan, tanpa letusan pistol dan darah yang berceceran, film ini menampilkan drama yang mencekam dari awal. Bintang utamanya tak lain kereta api dengan lokomotit tua yang tampak angker.
Setiap kali moncong lokomotif itu muncul, penonton berdebar-debar menanti apa yang akan terjadi. Selain kemungkinan menabrak kereta lain yang sedang melaju di rel yang sama dari awah berlawanan, pada hari itu juga ada kereta berisi rombongan anak sekolah yang sedang kunjungan untuk pengenalan program keselamatan berkereta api!
Roda kereta yang berderak-derak, kasar dan bising memberi efek yang menambah perasaan ngeri. Sayangnya, sub-plot kunjungan anak-anak sekolah hilang begitu saja di bagian tengah, dan tak diberi penyelesain. Sebagai gantinya, drama rumah tangga Will dan Frank dimasukkan untuk memberikan sentuhan haru di akhir cerita.
Danzel Washington, seperti biasa dalam penampilannya di film-film garapan Tony Scott, bermain sebagai seorang profesional yang menyelesaikan masalah. Aktingnya yang diimbangi dengan memadai oleh Chris Pine (pemeran Kapten Kirk di 'Star Trek') menutupi kemungkinan bagi film ini untuk terjatuh menjadi drama yang membosankan tentang dua pria beda generasi di dalam lokomotif. (mmu/mmu)











































