Empat tahun lalu, Abel Tesfaye (nama asli The Weeknd) hanyalah anak muda dengan rambut aneh yang memainkan musik dark R&B sensual untuk para introvert. Tapi, sekarang ia memasuki chapter baru dengan masuk majalah Hollywood, berjalan di red carpet menggandeng Bella Hadid, dan berjuang melawan Taylor Swift merebut gelar terbaik tahun ini.
Jujur saja, jika tidak ada β1989β, maka saya akan menjagokan βBeauty Behind The Madnessβ dalam Grammy yang baru saja berlangsung awal pekan kemarin. Tidak cuma superhits βCanβt Feel My Faceβ yang melesat bagai peluru tepat sasaran, album ini dengan cerdik menyembunyikan kecantikannya yang dingin. Meskipun, album ini sedikit-banyak mirip dengan βKiss Landβ ( 2013 ) dengan tema favorit Abel, sex and drugs.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada juga βThe Hillsβ yang bagai film horor menggagetkan dengan rap mabuk ala The Weeknd. Sedangkan βShamelessβ dimulai dengan akustik pemalu, diakhiri dengan solo gitar cari perhatian. The Weeknd tidak bersenang-senang sendirian, ia membawa Ed Sheeran ke dalam lagu soulful βDark Timesβ, dan Lana Del Rey lagu βPrisonersβ. Ia juga berduet dengan Labirinth di βLosersβ yang mirip βFreedomβ-nya Pharrell.
Best of the best? Tentu saja lagu βCanβt Feel My Faceβ. Pengaruh Michael Jackson membuat lagu ini terasa sangat catchy. Abel bahkan terdengar ingin menjadi MJ dengan lagu ala βThrillerβ yang berjudul βIn The Nightβ.
Meski akhirnya tidak berhasil merebut titel βAlbum of The Yearβ di Grammy tahun ini, Abel membawa pulang βBest Urban Contemporary Albumβ dan βBest R&B Performanceβ berkat lagu βEarned Itβ. Hasil yang sama sekali tidak buruk.
Rendy Tsu (@rendytsu) saat ini bekerja sebagai Social Media & Content Strategist. Selain aktif sebagai penulis lepas, ia juga pernah menjadi Music Publicist di salah satu perusahaan rekaman terbesar di Indonesia.
(mmu/mmu)











































