'Young Chasers' Circa Waves: Keriuhan 4 Anak Muda Liverpool

'Young Chasers' Circa Waves: Keriuhan 4 Anak Muda Liverpool

Rendy Tsu - detikHot
Jumat, 13 Nov 2015 15:16 WIB
Young Chasers Circa Waves: Keriuhan 4 Anak Muda Liverpool
Jakarta - Liverpool selama ini terkenal sebagai salah satu pusat budaya pop Inggris, khususnya berkaitan dengan musik. Di kota inilah, legenda musik pop The Beatles lahir. Sudah 30 tahun berlalu sejak saat itu, tapi kota ini tidak pernah kehilangan kekuatannya dalam menghasilkan talenta-talenta musik berbakat.

Circa Waves adalah salah satu dari sekian banyak band asal Liverpool yang bermimpi untuk menembus pasar dunia seperti The Beatles. Namun, mereka memiliki potensi yang tidak bisa disamakan dengan yang lainnya. Berbeda dengan keanggunan The Beatles, musik mereka lebih liar mirip The Strokes dicampur Arctic Monkey era Alex Turner sebelum berambut jambul.

Mereka baru saja merilis β€˜Young Chasers’, sebuah debut full album yang sebelumya dirilis dalam bentuk EP oleh Virgin Records.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lagu-lagu di β€˜Young Chasers’ lahir dari masa frustrasi; saat anak-anak muda ini rela meninggalkan sekolah pada usia 16 tahun, mendapatkan pekerjaan membosankan bergaji rendah dan bermain band di malam harinya. Kebanyakan bercerita tentang cewek dan eksplorasi masa muda. Track pertama, dengan power-chord β€˜Get Away’ membuka album ini dengan cukup flamboyan, rahasia yang membuat mereka digilai oleh para remaja anti-One Direction.

Energi yang mereka hasilkan pada ’T-Shirt Weather’ membuat saya merasa 5 tahun lebih muda, dan teriakan β€œIt's going to be ok” cukup membantu. Meskipun lahir dari kegelisahan, lagu-lagu mereka memberikan suntikan semangat dan keriuhan, seperti β€˜Young Chasers’ (yang saya juluki sebagai lagu β€œperusak cymbal”). Sedangkan lagu β€˜My Love’ dibuat sementah mungkin meski, maaf, terlalu cheesy untuk band sekeren ini. β€œAnd I'm giving up my love / My love to something else”.

Lagu β€˜Fossils’ terdengar seperti Two Door Cinema Club di zaman ketika musik elektronik belum ditemukan, dan β€˜Deserve This’ memberikan sentuhan pop Swedia 90-an yang lumayan melegakan, apalagi di tengah entakan rapat tanpa henti. β€œSo, give up on her, again”, suara Kieran Shudall dibantu personel lainnya yang menjadi backing vocal pada lagu β€˜So Long’ membuat akhir album jadi lebih meriah.

Salah satu kekurangannya, ritme album ini terlalu cepat hingga terdengar tak ada ruang untuk bernapas. Ini berbeda dengan The 1975 pada debutnya yang memilih untuk lebih bervariasi.

Rendy TsuΒ (@rendytsu) saat ini bekerja sebagai Social Media & Content Strategist. Selain aktif sebagai penulis lepas, ia juga pernah menjadi Music Publicist di salah satu perusahaan rekaman terbesar di Indonesia

(mmu/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads