'Blurryface' Twenty One Pilots: Kekuatan Para Fans

'Blurryface' Twenty One Pilots: Kekuatan Para Fans

Rendy Tsu - detikHot
Kamis, 18 Jun 2015 13:15 WIB
Blurryface Twenty One Pilots: Kekuatan Para Fans
Jakarta - Jika Anda bertanya kepada seseorang, “Pernah mendengar Twenty One Pilots?”, mungkin banyak yang akan menjawab ‘belum’. Tapi, ketika album terbaru mereka ‘Blurryface’ dirilis bulan lalu, album tersebut menjadi sensasi di Billboard 200 dengan angka penjualan lebih dari 140 ribu pada minggu pertama dirilis di Amerika. Apa rahasianya?

Kekuatan Twenty One Pilots berasal dari dua orang (bukan dua puluh satu); Tyler Joseph, frontman hiphop yang agak religius, dan partner-nya Josh Dun, drummer yang mirip Chad Smith di pertengahan umur 20-an. Sebelumnya, Twenty One Pilots telah merilis sebuah 2 album secara independen, dan album komersial penuh versi label Fueled by Ramen, berjudul ‘Vessel’ (2013).

Judul ‘Blurryface’ disematkan berdasarkan karakter abstrak yang diciptakan oleh duo tersebut, mewakili semua hal tentang ketidakpastian kehidupan dan perjuangan yang dialami mereka. Sebagaimana hal tersebut terlihat dari lirik-lirik yang Joseph ciptakan dan dirasakan oleh para penggemarnya. Dalam ‘Stressed Out’, gambaran tentang depresi yang dirasakan Blurryface (atau Joseph) menjadi lebih jelas. “But now I’m insecure, and I care what people think”.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun hanya berdua, musik Twenty One Pilots jauh lebih kaya dari yang diharapkan, terutama untuk sound-sound artifisial ala Nine Inch Nail seperti pada ‘Heavy Dirty Soul’ atau elektronika suram ‘Fairy Local’ yang bercerita tentang dua kepribadian berlawanan Blurryface. Sedangkan ‘Hometown’ adalah elektro adiktif lainnya yang lebih feminin.

Transisi irama juga sering terjadi; ‘Ride’ dan ‘Message Man’ adalah contoh jerih payah Dun yang berhasil melakukannya tanpa terdengar ganjil. Joseph sendiri merupakan rapper yang menjanjikan. Tapi cuma ‘Lane Boy’ yang benar-benar mengumbar kemampuan rapp Joseph dan permainan drum Dun secara terang-terangan. Namun, bukan bearti mereka tidak melakukan eksperimen lain. ‘We Don’t Believe What’s on TV’ membuktikannya dengan ukulele, ritme rapat folk, dan beberapa tiupan terompet, bercerita tentang menggapai mimpi-mimpi.

Joseph bernyanyi seperti seorang pendeta berkhotbah dengan para umat remaja setia yang mendengarkan dan turut menyebarkan kabar gembira ke orang lain. Itulah yang menjual album ini. Album ‘Blurryface’ seakan menjadi peringatan bagi para kritikus musik dan media untuk tidak meremehkan kekuatan word of mouth dari para fans fanatik.

Rendy Tsu (@rendytsu) saat ini bekerja sebagai Social Media & Content Strategist. Selain aktif sebagai penulis lepas, ia juga pernah menjadi Music Publicist di salah satu perusahaan rekaman terbesar di Indonesia.

(mmu/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads