Kini dunia begitu menantikan karya terbaru Ed. Kemudian “x” muncul, dan seketika orang-orang semakin menyukainya. Pekan lalu, album “x” terjual sekitar 210.000 kopi di AS berdampingan dengan debut Sam Smith “In The Lonely Hour”. Pertanyaannya, apa yang membuat orang menyukai “x”?
Jika Anda mendengarnya, album “x” (bukan dibaca dengan salah satu huruf alfabet Romawi, melainkan melambangkan sebuah perkalian) memang lebih melakukan eksplorasi. Dalam usaha tersebut, Ed membawa nama-nama produser kakap seperti Pharrell Williams ('Sing'), Benny Blanco ('Don’t'), Rick Rubin ('Tenerife Sea'), dan Rudimental ('Bloodstream') ke dalam “x”.
‘One’ adalah contoh keahlian terbaik Ed Sheeran; menciptakan lagu akustik romantis. Selanjutnya, Ed berusaha keluar dari zona nyaman. ‘I’m A Mess’ adalah salah satunya dan hasilnya ternyata tidak begitu buruk, meski terdengar belum natural untuk menggambarkan sosok Ed sebenarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika ada yang membandingkan Ed Sheeran dengan Jason Mraz, maka lagu ‘Nina’ cukup untuk memberikan gambaran itu. Terutama verse lagu ini, yang memang terlalu Mraz menurut saya. Lalu, ‘Photograph’ adalah calon hits yang potensial (versi saya).
‘Bloodstream’, begitu mengetahui ada nama Rudimental dan Gary Lightbody di kredit lagu ini, asumsi saya pada lagu ini langsung melayang-layang. Saya pikir jadinya akan seperti gabungan eletro-akustik dengan bridge a la brit-pop megah milik Snow Patrol. Tapi ternyata lagu ini tetap seperti Ed biasanya; tetap sederhana tanpa terburu-buru membangun klimaks.
Positioning Ed Sheeran sebagai pemain gitar yang pandai melakukan rap makin terlihat lewat lagu ‘The Man’ dan ‘Take It Back’. Sedangkan pada ‘Thinking Out Loud’, Ed Sheeran terdengar emosional dengan nuansa gospel yang artistik.
Kualitas Ed Sheeran sebagai musisi jelas bertambah dengan album ini. Ia memainkan perannya dengan baik sebagai seorang penyanyi dan penulis lagu muda berbakat yang melakukan eksplorasi tanpa berlebihan dan tidak terlena dengan kesuksesan album pertama semata. Ed Sheeran berhasil merebut hati dunia lewat “+” (2011), dan kini ia melakukannya lagi.
Rendy Tsu (@rendytsu) saat ini bekerja sebagai Music Publicist salah satu perusahaan rekaman terbesar di Indonesia.
(mmu/mmu)