Dalam album kedua yang bertajuk 'Voices' ini, mereka tetap mempertahankan atmosfer dark, distorsi gitar yang berlapis, plus suara Sarah Barthel yang bernyanyi merdu, kadang mendesah, tak jarang berteriak dengan nada tinggi. Barthel terdengar lebih percaya diri dan eksplorasi vokalnya juga menjejaki nada-nada yang lebih luas.
'Fall In Love' sebagai single pertama bercerita tentang cinta yang gagal. Ini adalah sebuah lagu berdurasi 3:44 menit yang kurang lebih mewakili tarik-ulur yang diceritakan pada liriknya. Diawali dengan bunyi strings yang menyerupai sirene, lagu ini dihiasi buzz yang tebal. Sedikit gelap namun catchy. 'Howling At the Moon' memiliki background sampling trip hop yang keren, sementara 'The Day You Died' sebagai satu lagu lagi yang bertemakan cinta yang gagal memiliki riff gitar yang mendominasi, bass dan drumline yang kukuh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gitaris/vokalis Josh Carter tidak hanya piawai dalam membuat aransemen dan menciptakan atmosfer yang khas untuk Phantogram. Ia pun menyumbangkan vokalnya dalam 'Never Going Home' dan 'I Don't Blame You' yang walaupun tidak terlalu istimewa namun cukup memberikan warna tersendiri. Bagaikan mendengarkan Peter Gabriel di sela-sela dengungan yang ada.
Phantogram menciptakan segalanya secara imbang. Di tengah-tengah tata musik yang cukup gelap dan bergengsi, penulisan liriknya banyak yang cukup rapuh. Misalnya pada 'The Day You Died', Barthel berseru, "I came to say goodbye, cause you're feeling nothing/ Assuming to your heart, we got nothing at all/ Cause even if you wanna try to see if there's something/ I drove into your heart, we got nothing at all..." Juga pada 'Fall In Love' ketika ia bernyanyi, "Love, it was enough to recognize/ To see, I was the reason you feel sick inside."
'Voices' merupakan satu lagi karya ciamik Phantogram yang memaksimalkan penggunaan sampling dan hook-hook yang cukup adiktif. Album ini bisa jadi adalah album yang memantapkan eksistensi Phantogram, apalagi dengan aransemen dan eksplorasi yang lebih luas. Namun, di sisi lain, dengan adanya Sleigh Bells dengan aransemen yang kurang lebih sama (bahkan lebih eksperimental dan lebih berani), album ini pun bisa menjadi hanya sekedar lanjutan dari 'Eyelids Movies'.
Yarra Aristi pernah bekerja sebagai wartawan musik di dua majalah musik terkenal. Kini penyiar dan music director di sebuah stasiun radio swasta terkenal di Jakarta.
(mmu/mmu)











































