'Gajah' Tulus: Energi Besar dari Luka Masa Kecil

'Gajah' Tulus: Energi Besar dari Luka Masa Kecil

- detikHot
Kamis, 27 Feb 2014 11:27 WIB
Jakarta -

Salah satu penyanyi negeri sendiri favorit saya kembali lagi. Sejak melihat sampul album berwarna biru tua, penasaran rasanya. Kira-kira apa lagi yang akan disuguhkan Tulus kali ini?

Satu hal yang yang pasti dan masih tetap bertahan adalah kemampuan songwriting Tulus yang memang tiada duanya. Lirik yang ia ciptakan selalu penuh cerita yang tulus. Tidak perlu terlalu banyak kiasan, namun ia mampu menyanyikannya kata per kata dengan indah dan jauh dari kesan kaku.

Album ini dibuka dengan lagu berjudul 'Baru'. Aransemen Motown ala '60-an yang padat dan meriah berjalan seiring dengan lirik yang bercerita mengenai moving on dan ingin menunjukkan "diri yang baru". Lalu, ada 'Lagu untuk Matahari' yang menyelipkan elemen soul funk yang marak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Gajah', yang menjadi judul album, adalah sebuah track yang terinspirasi dari julukan untuk Tulus yang diberikan oleh teman-temannya ketika ia kecil. Dalam liriknya, Tulus bercerita bahwa "yang terburuk, kelak bisa jadi yang terbaik". Dijuluki (lebih tepatnya tentu diledek) "gajah" karena badan yang besar, tapi ketika Tulus beranjak dewasa, ia kemudian tahu bahwa gajah adalah binatang yang cerdas dan senang membantu. Lantas ia rangkai cerita tersebut menjadi lirik yang sangat indah dan mengharukan.

Salah satu track yang sangat manis secara aransemen dan lirik adalah 'Jangan Cintai Aku Apa Adanya'. Ini adalah sebuah curahan hati seorang pria yang tidak ingin dianggap apa adanya oleh sang pasangan. "Kau trima semua kurangku/ Kau tak pernah marah bila ku salah/ Kau selalu memuji apapun hasil tanganku yang tidak jarang payah/...Jangan cintai aku apa adanya, jangan/ Tuntutlah sesuatu biar kita jalan ke depan...."

Lewat lagu tersebut saya seolah turut merasakan suara hati Tulus apabila saya adalah seorang pria. Pria yang butuh diyakinkan bahwa ia dapat melakukan lebih dari apa adanya. Pria yang penuh tanggung jawab dan siap menyambut masa depan dengan menggandeng pasangannya dengan mantap.

'Satu Hari di Bulan Juni' juga unik. Lagu beransemen doo-wop ini lengkap dengan tata suara latar barbershop acapella yang membuat kita flashback ke tahun '50-an dan '60-an), mengingatkan pada kejayaan lagu-lagu 'Earth Angel' milik The Penguins, 'It’s Too Soon To Know' dari The Orioles, 'I Only Have Eyes For You' dari The Flamingos dan sejenisnya dalam feel yang lebih modern. Lewat lagu sebagus ini, saya rasa hanya Tulus yang mampu menyanyikan kalimat, "Kamu cantik walau tanpa bedak" tanpa terdengar aneh.

Lewat 'Gajah', Tulus masih bernaung di label independen. "Ingin bisa menyuarakan apapun," katanya dalam sebuah wawancara. Maka jalur indie masih dirasa sebagai tempat bernaung yang tepat dan serba bebas. Sebuah keputusan yang tidak salah. Mengutip dari salah satu lirik lagunya, "Tenang sayang, semua akan baik-baik saja/ Kita akan baik-baik saja...."

Hal yang sama ditujukan untuk Anda, Tulus. Lewat karya sebaik ini, semua tentu akan terus baik-baik saja!

Yarra Aristi pernah bekerja sebagai wartawan musik di dua majalah musik terkenal. Kini penyiar dan music director di sebuah stasiun radio swasta terkenal di Jakarta.

(mmu/mmu)

Hide Ads