Seorang filsuf asal Jerman bernama Immanuel Kant merumuskan pandangan yang menganggap bahwa pengalaman pribadi adalah fakta yang dapat dipercaya. Pandangan itu disebut solipisme atau solipism dalam bahasa Inggris. Pandangan itu pula yang kemudian mengilhami solois Pamungkas untuk menjadikannya sebagai judul dari album ketiganya.
Seperti judul albumnya, dalam Solipism, Pamungkas sedang ingin berbicara tentang dirinya dan pandangan-pandangannya akan banyak hal, setidaknya itu yang ia katakan dalam siaran persnya.
Dia bercerita tentang banyak hal yang personal baginya melalui lagu yang ia buat saat menjalani karantina mandiri di apartemennya. Ada 11 lagu yang tertuang dalam album tersebut.
Nomor pertama dibuka oleh Queens of the Hearts, dilanjutkan dengan Intentions, Be My Friend, Live Forever, Deeper, Be Okay Again Today, Higher Than Ever, Riding the Wave, Still Can't Call Your Name, I Don't Wanna Be Alone, dan ditutup oleh Closure.
Suara Pamungkas rupanya masih menjadi benang merah yang menyatukan lagu-lagu di album ketiganya. Begitu mendengarkan nomor pertama, kita akan langsung tahu bahwa album ini milik Pamungkas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di nomor pertama, nuansa elektronik memang terdengar kental. Akan tetapi, setelah mendengarkan nomor-nomor berikutnya, melodi gitar juga terdengar mencolok. Tanpa bermaksud membandingkan, beberapa lagu, misalnya Intentions dan Riding the Wave dari album tersebut akan mengingatkan pendengar pada lagu-lagu dari John Mayer.
Akan tetapi nuansa berbeda rupanya juga ditampilkan Pamungkas dalam lagu-lagu berikutnya. Contohnya suara dentingan piano dalam intro Be My Friend atau gitar akustik yang ringan dalam Be Okay Again Today yang sekilas mengingatkan pendengar pada nuansa lagu-lagu yang menjadi soundtrack dari film Call Me By Your Name.
Secara lirik, suasana melankolia tidak dapat terhindarkan dari pemilihan kata di album itu. Lirik dari lagu-lagu milik Pamungkas bisa jadi terpengaruh oleh suasana hatinya ketika menggarap lagu-lagu tersebut di masa karantina.
Ketika mendengar lirik lagu-lagu di albumnya, sepintas saya teringat pada cabin fever yang menjadi istilah bagi perasaan gelisah akibat terlalu lama terisolasi di dalam rumah.
Namun kemuraman dan melankolia yang dituliskannya dalam lirik seakan ia balut dengan optimisme seperti dalam lagu Be Okay Again Today dan pengharapan serta doa seperti dalam lagu Live Forever dan Riding the Wave.
Beberapa lagu juga dibungkus oleh romantisme sebagaimana tertuang dalam lirik Higher Than Ever dan Still Can't Call Your Name yang berisikan ungkapan rindu.
Baca juga: Pamungkas Batalkan Tur Asia Tenggara |
Pada dua nomor terakhir, I Don't Wanna Be Alone dan Closure, Pamungkas bercerita mengenai hal yang serupa namun tidak sama. Keduanya sama-sama bercerita mengenai diri yang menyerah.
Akan tetapi I Don't Wanna Be Alone berkisah tentang penyerahan diri yang takut akan ditinggalkan oleh sesuatu dan nomor terakhir berbicara mengenai penyerahan diri dan penerimaan akan kehilangan.
Solipism adalah album penuh ketiga dari Pamungkas, sebelumnya ia telah mengeluarkan Walk The Talk (2018) dan Flying Solo (2019). Walk The Talk menjadi album yang melambungkan namanya lewat tembang cinta misalnya I Love You But I'm Letting Go, Sorry, hingga One Only.
Lewat album perdananya, ia menjadi begitu dikenal. Banyak yang bilang, album kedua adalah penentu dari karier seorang musisi yang terkenal sedari album pertama. Bila album kedua tidak dapat menyamai kesuksesan album pertama, maka akan sulit untuk membuat karya yang langgeng hingga album ketiga.
Dengan rilisnya Solipism sebagai album ketiga, Pamungkas mematahkan mitos tersebut. Album ketiganya adalah progres dari album kedua maupun album pertamanya. Mungkin Pamungkas harus berterima kasih pada cabin fever yang ia rasakan selama pandemi?
(srs/doc)