Kepalan dan Seruan Perlawanan dari Prophets of Rage

Hodgepodge Superfest 2019

Kepalan dan Seruan Perlawanan dari Prophets of Rage

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Senin, 02 Sep 2019 01:34 WIB
1.

Kepalan dan Seruan Perlawanan dari Prophets of Rage

Kepalan dan Seruan Perlawanan dari Prophets of Rage
Foto: Dyah Paramita Saraswati
Jakarta - Prophets of Rage menjadi penampil terakhir di panggung Super Music Stage di Hodgepodge Superfest 2019 hari kedua, Minggu (1/9/2019). Penampilan mereka dibuka oleh lagu 'Indonsia Raya'.

Sesaat setelah 'Indonesia Raya' dikumandangkan, panggung menjadi gelap. Menyambut para 'nabi-nabi' perlawanan naik ke atas panggung, 'jemaah' Prophets of Rage mulai mengepalkan tangan ke udara.

Benar saja, tak lama musik mulai terdengar diikuti oleh bunyi alarm yang menderu. Dengan menunjukkan kepalan tangannya, satu per satu para personel naik ke atas panggung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Seperti namanya, mereka adalah para 'nabi-nabi perlawanan' di industri musik. Grup itu terdiri dari Tom Morello, Tim Commerford dan Brad Wilk dari Rage Against the Machine, Chuck D dan DJ Lord dari Public Enemy, dan B Real dari Cypress Hill.

Bendera Prophets of Rage yang menunjukkan tangan dikepal dengan latar putih, merah dan hitam pun 'dikerek' naik ke layar. Penonton mulai bersorak.

Sorakan semakin kencang ketika 'Prophets of Rage' dibawakan sebagai pembuka. Menyusul setelahnya 'Testify' dari Rage Against the Machine dibawakan.
Malam itu, Prophets of Rage memang tak hanya membawakan lagu milik mereka, namun juga lagu-lagu dari grup asli yang memayungi para personelnya.

Ada yang menarik dari penampilan mereka malam itu, Real B malam itu tampil mengenakan sorban. Sedangkan Tom Morello mengenakan topi berwarna bertuliskan 'Make Indonesia Rage Again' dengan kemeja beremblem burung Garuda di bagian dada.

"Hei Indonesia, mari melawan kembali!" seru Real B. Seruan itu bagai membakar semangat para penonton.

Bila ada yang berpendapat perjuangan dan perlawanan berasal dari amarah, maka malam itu, Prophets of Rage berhasil 'membakar' rasa marah penonton lewat sejumlah lagu yang dibawakan.


'Unfuck the World', 'Guerilla Radio', 'Hail to the Chief', 'Know Your Enemy', 'Heart Afire' hingga 'Take The Power Back' adalah beberapa di antaranya. Lagu-lagu tersebut berhasil membuat penonton berseru, mengepalkan tangan ke udara sambil bernyanyi bagai sedang melawan sebuah sistem dan ketimpangan.

"Apakah kalian ingin mendengar sebuah lagu hip hop klasik?" tanya Real B kepada penonton sebelum mereka membawakan 'Hand On the Pump' milik Cypress Hill.

Real B lalu mengajak penonton berjongkok dan melonjak bersama di lagu 'Jump Around'. Tentunya hal itu membakat energi penonton dan membuat mereka bergerak semakin liar dalam lingkaran moshing. Energi itu semakin menguat ketika 'Sleep Now On Fire' menyusul dinyanyikan setelahnya.

Tom Morello kemudian maju ke tengah panggung. Ia pun mengucapkan sepatah dua patah kata untuk para penonton.

"Terima kasih telah membuat kami merasa sangat disambut," ucapnya. Dirinya kemudian mengenang mendiang Chris Cornell yang merupakan rekannya dalam Audioslave di panggung.

Instrumental 'Cochise' pun dibawakan. Para penonton serempak bernyanyi, seakan menggantikan Chris Cornell yang tak lagi bisa bernyanyi di atas panggung.

Selepas memberikan penghormatan untuk Chris Cornell, Prophets of Rage kembali 'membakar' penonton dengan sejumlah lagu-lagu protes.

'Bullet in the Head', 'Living on the 110', 'How I Could Just Kill A Man', 'Bulls on Parade', 'Fight the Power', hingga 'Killing the Name' dibawakan dengan bergelora.


Pada lagu 'Killing the Name', sebagian penonton bahkan mengacungkan jari tengahnya. Tulisan 'Make Jakarta Rage Again' dengan latar merah muncul dilayar.

'Bombtrack' dari Rage Against the Machine menjadi lagu penutup dari penampilan mereka malam hari ini.

Belakangan, Indonesia memang diterpa berbagai isu sosial, mulai dari rencana RUU P-KS yang mandek, RUU KUHP, isu rasisme, toleransi beragama, dan lain-lain. Terlebih, Indonesia baru saja melewati pemilihan umum dan pemilihan presiden.

Meski Prophets of Rage tidak mengaitkan penampilannya dengan isu apapun, namun menonton mereka di tengah kondisi politik negara saat ini, menjadi luapan emosi yang tepat.

Selepas konser tersebut, lagu 'Black Hole Sun' dari Soundgarden diputar mengiringi langkah penonton pulang. Rasanya seperti bukan hanya menonton baru saja menonton konser, rasanya seperti baru berteriak lantang dalam sebuah demonstrasi melawan sistem.

Hide Ads